Awas! Commuting Stress Bikin Gak Produktif Hingga Sebabkan Penyakit Kronis, Ini Solusinya

Ilustrasi wanita/marah/stres.
Ilustrasi wanita/marah/stres.
Sumber :
  • Freepik/wayhomestudio

VIVA Lifestyle – Aktivitas pulang dan pergi ke kantor seharusnya bisa dilakukan dengan lebih nyaman. Namun, kemacetan selalu menjadi permasalahan utama khususnya di Jabodetabek. 

Utamanya, berbagai perubahan yang terjadi selama masa pandemi membuat karyawan kerap melakukan berbagai adaptasi dan menimbulkan stres. Apalagi bagi yang kini sudah diminta oleh perusahaan tempat mereka bekerja untuk kembali Working from Office (WFO) secara penuh maupun hybrid. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.

Karyawan kembali menghadapi kondisi jalanan yang menantang setiap harinya dan membuat penggunanya merasa tertekan. Lebih lanjut, kondisi tersebut dikenal sebagai commuting stress atau stres perjalanan.

Ilustrasi sejumlah kendaraan bermotor  yang akan menuju Jakarta terjebak macet.

Ilustrasi sejumlah kendaraan bermotor yang akan menuju Jakarta terjebak macet.

Photo :
  • ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww.

Commuting stress didefinisikan sebagai hambatan yang dialami individu dalam menempuh perjalanan ke suatu tujuan, di mana tekanan yang dialami turut memengaruhi aktivitas lain. Tidak hanya berpotensi meningkatkan kecemasan seseorang, namun commuting stress juga memiliki dampak negatif terhadap performa kerja, rendahnya angka kehadiran, serta keluhan fisik sampai penyakit kronis

Tidak hanya kondisi kemacetan secara umum, tapi faktor-faktor lain seperti kebisingan suara, kepadatan jalanan maupun di dalam kendaraan, suhu ruang yang tinggi, desain lingkungan yang tidak mempertimbangkan keindahan dan ketenangan, pengaturan cahaya yang terlalu gelap atau terang, belum efektifnya penggunaan kendaraan umum, polusi udara, dan kualitas transportasi turut ambil bagian dalam menyebabkan commuting stress. Faktor-faktor tersebut juga dapat dialami secara bersamaan oleh karyawan.

“Apabila tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengatasinya, dampak psikologis tak hanya dirasakan oleh karyawan tapi juga dapat berpengaruh negatif pada performa perusahaan," ungkap Iswan Saputro, Psikolog Klinis yang juga Head of Operations Employee Assistance Program (EAP) dari Remedi Indonesia, dalam keterangannya, Jumat 31 Maret 2023. 

Halaman Selanjutnya
img_title