Menganggur jadi Faktor Utama Kesengsaraan di Indonesia

Ilustrasi kesengsaraan.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Ada berbagai teori Penentu Sosial yang mempengaruhi tingkat kesehatan jiwa di perkotaan, di antaranya adalah tumbuh kembang anak, lapangan pekerjaan atau kondisi di tempat kerja, kesetaraan gender, tempat hidup yang sehat, dan pencegahan penyakit.

Suci Winata Istri Ke-4 Ari Sigit Melahirkan Cicit Soeharto

Itu diungkapkan oleh psikiater Departemen Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan, dr. Riyanti Yusuf, SpKJ(K),

Namun, pada peringatan World Happiness Day pada Maret lalu muncul satu paradigma baru. Menurut laporan Self Development Network, paradigma baru tersebut mengatakan bahwa mengurangi kesengsaraan lebih penting dibandingkan meningkatkan kesenangan seseorang. Jadi, memperbaiki kehidupan seseorang yang sudah bahagia memiliki dampak lebih kecil dibandingkan membebaskan seseorang dari kesengsaraan.

Girl Group Cherry Bullet Resmi Dibubarkan, Agensi Ucap Terima Kasih ke Penggemar

Nova menjelaskan, di antara tiga negara besar yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, gangguan jiwa menjadi predikto atau faktor yang menerka kesengsaraan.

"Dari sini terlihat bahwa di tiga negara maju ini gangguan jiwa jelas lebih tinggi di Indonesia. Namun, di Indonesia tingkat kesengsaraan lebih tinggi disebabkan oleh menganggur dibandingkan gangguan jiwa," kata Nova saat seminar media bertajuk ‘Gangguan Bipolar VS Gaya Hidup Modern’ di Hongkong Cafe, Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.

Detik-Detik Wanita ODGJ Ngamuk Rusak Minimarket di Bekasi, Pemotor Dipukuli

Bisa disimpulkan juga bahwa orang Indonesia lebih kuat menghadapi gangguan jiwa dibandingkan menganggur yang lebih membuat mereka sengsara.

Hal ini, lanjut Nova, berkaitan dengan teori Penentu Sosial atau Social Determinant di rentang latar perkotaan. Di mana yang menjadi determinan sosialnya adalah lapangan pekerjaan. Di Indonesia sedang menghadapi masalah gangguan jiwa yang terkait dengan lapangan kerja.

Selain itu, faktor risiko sosial lainnya adalah kemacetan, populasi, hingga pemilihan gubernur.

"Semua ini sifatnya akumulatif, perlahan menjadi tumpukan nestapa dan akhirnya menyebabkan yang kita sebut dengan minor emotional injury atau cedera emosi minor," ucap Nova. (hd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya