Warga Australia Teliti Sejarah Perempuan Minangkabau

Bronwyn Beech Jones mengenakan pakaian adat Minangkabau
Sumber :

VIVA – Seorang warga negara Australia melakukan penelitian tentang perempuan Indonesia. Wanita bernama Bronwyn Beech Jones (22) tersebut melakukan penelitian tentang sejarah perempuan Minangkabau. 

6 Bos Indonesia Mantab Jadi Mualaf, Kisahnya Bikin Merinding

Bronwyn sempat mengambil jurusan spesialisasi sejarah dan bahasa Indonesia di Bachelor of Arts di University of Melbourne. Dia sering melakukan penelitian tentang hak-hak perempuan di Hindia Belanda. Ia juga mendapat kesempatan untuk berkuliah selama sebulan di Oxford University, karena dia mendapatkan program Honours dari Bachelor of Arts di University of Melbourne di 2017.

Untuk memperdalam wawasan tentang perempuan Minangkabau, Bronwyn menjadikan surat kabar Soenting Melajoe, yang didirikan oleh tokoh perempuan Minang, Rohana Kudus, sebagai acuan utama. 

Kisah Dokter Cantik Sukses Bangun Usaha, Berawal dari Gang Sempit

Surat kabar Soenting Melajoe berhasil didapat Bronwyn di mikrofilm perpustakaan Monash University. Saat melihat dan membaca Soenting Melajoe itu lah kemudian membuat Bronwyn menyadari pentingnya surat kabar ini, sebagai jendela masyarakat Sumatera Barat pada awal abad ke-20, dan identitas kolektif pembaca surat kabar. 

Bronwyn menilai pada masa dulu, surat kabar Soenting Melajoe tidak hanya tentang penyambung berita berbagai surat kabar yang telah muncul di periode kolonial. Soenting Melajoe juga tidak semata berperan sebagai pers Minangkabau dalam sejarah Indonesia.

Viral, Ayah Tunggal Rawat Tiga Anaknya yang Mengidap Cerebral Palsy

Namun lebih dari itu. Bronwyn beranggapan Soenting Melajoe juga mampu membingkai banyak persoalan. Mulai dari kolonialisme, nasionalisme hingga potret tentang gerakan perempuan Minangkabau. 

Metode penelitian tentang sejarah Perempuan Minangkabau yang diterapkan oleh Bronwyn ini menggunakan metode pendekatan pascakolonialis, yang tertarik akan proses dekonstruksi ideologi dan norma gender dan etnisitas. 

Dalam tesisnya, Bronwyn ingin mengeksplorasi dan memakai sudut pandang orang Minangkabau tentang masyarakat, agama, geografi, dan identitas mereka sendiri. Menurut pendapat Bronwyn, sampai hari ini sejarawan dari mancanegara sering memakai sudut pandang yang penuh dengan asumsi Barat, mengenai kebudayaan, kekuasaan dan peran perempuan Minangkabau. 

Bronwyn menambahkan, penelitian yang ia lakukan ini merupakan bagian dari proyek penelitian Bachelor of Arts (Honours) di University of Melbourne, yakni kampus pilihan peminatannya terhadap teori-teori pascakolonialis berkembang.

Bronwyn yang saat ini sudah berada di Raah Minang. Sejak beberapa waktu lalu sudah mulai melakukan penelitian. Selama di Sumatera Barat, ia didanai oleh beasiswa dari Indonesia Project yakni, sebuah inisiatif Australian National University (ANU). 

Proyek penelitian di Sumatera Barat ini berfokus pada cara-cara Rohana Kudus dan Soenting Melajoe dikenangkan pada masa sekarang. Proyek ini juga seiring dengan pendekatan sejarah “memory studies” yang sedang populer di Australia.

Sampai saat ini, di Kota Padang, Bronwyn sendiri sudah mengikuti beberapa forum diskusi dan mewawancarai sejumlah anggota Organisasi Rohana Kudus. Wawancara mengenai gerakan perempuan masa dahulu dan masa sekarang, identitas, Minangkabau, serta hari-hari penting nasional, seperti Hari Pers Nasional, Hari Kartini, dan Hari Ibu pada masa reformasi, dan pentingnya tokoh lokal dalam perayaan di Sumatera Barat.

Tak hanya itu saja, Bronwyn juga sempat memberi kuliah dan mengikuti diskusi di Universitas Andalas mengenai observasi perempuan feminis Barat terhadap perempuan Minangkabau pada zaman kolonial, dan teori pascakolonial mengenai keterjalinan sikap kolonialis dan ekspektasi bahwa ranah perempuan adalah rumah.

Bronwyn yang juga sudah mengunjungi luhak Agam dan Yayasan Amai Setia di Kotogadang, sekolah yang didirikan Rekna Puti dan Rohana Kudus pada 1911. Ia juga bercita-cita untuk melanjutkan penelitian mengenai perempuan Minangkabau pada awal abad ke-20,   dan berfokus lebih banyak terhadap gerakan perempuan akar rumput untuk membangun sekolah perempuan dan menjamin hak sosial.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya