- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, (BPJS Kesehatan) menerbitkan tiga peraturan baru pada Rabu 25 Juli 2018. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) itu terkait dengan Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat dan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Beberapa polemik timbul sebagai reaksi atas peraturan baru tersebut.
Salah satunya datang dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Pernyataan PB IDI disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Pusat PB IDI, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Agustus 2018. PB IDI menyorot sistem pelayanan JKN, khususnya pembayaran atau iuran yang harus dilakukan masyarakat. Ketua Umum PB IDI, Prof Ilham Oetama Marsis mengatakan, perbaikan sistem pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) wajib dijalankan terlebih dahulu.
"Kita dukung BPJS tapi kita perbaiki sistem pelayanan JKN yang dijalankan BPJS," ujarnya.
Menurut Marsis, IDI telah memberi masukan langsung kepada Presiden Joko Widodo terkait transformasi yang sebaiknya dilakukan pada Kartu Indonesia Sehat. Sebab, yang dilakukan BPJS hingga saat ini belum mencapai sasaran.
"Yang dilakukan BPJS untuk capai sasaran, hanya dalam bentuk pencitraan. Keberhasilan BPJS belum terlihat, terutama pada sistem operasionalnya," kata dia.
Marsis menegaskan, sistem operasional JKN harus dilakukan perbaikan total. Tak sedikit komplain yang diajukan oleh pihak rumah sakit akibat keterlambatan pembayaran. Hal itu menjadi kendala dalam pemberian mutu pelayanan.
"Beberapa RS swasta banyak yang runtuh. Kalau dibiarkan, sistem pelayanan kesehatan akan hadapi kendala. Sistem manajemen pembayaran tidak baik sehingga siklus dalam sistem operasional BPJS harusnya diperbaiki." (mus)