Kapan Depresi Sebaiknya Diperiksakan ke Psikiater?

Wanita sedih saat dilarang menikah lelaki pilihannya.
Sumber :
  • Pixabay/Anemone123

VIVA – Hingga saat ini depresi masih menjadi masalah kesehatan mental tertinggi di dunia yang paling banyak dialami. Menurut World Health Organization, ada sekitar 35 juta orang di dunia yang mengalami depresi. 

Song Ha Yoon Sampai ke Psikiater untuk Dalami Peran Jung Soo Min di Marry My Husband

Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400 ribu orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

Sayangnya, stigma pada penderita depresi dan gangguan mental seringkali membuat penderitanya enggan untuk melakukan perawatan. Padahal, dalam tingkatan depresi ringan, berbagi cerita dengan orang terdekat bisa membantu untuk mereka yang mengalami depresi. 

Sebelum Digugat Cerai, Furry Setya Ngaku Pernah Berobat ke Rumah Sakit Jiwa: Takut Gila

Namun dalam beberapa kasus tertentu, curhat atau sekadar bercerita pada orang terdekat saja tidak cukup bagi penderita depresi. Karenanya sebaiknya disarankan untuk berkonsultasi ke psikolog dan psikiater. Pertanyaannya kemudian, kapan waktu yang tepat untuk menganjurkan seorang yang depresi agar pergi memeriksakan diri?

"Sebetulnya kapan saja, dari mulai depresi ringan. Karena prinsipnya mencegah lebih baik dari pada mengobati," ungkap Kepala Divisi Edukasi dan Training Asosiasi Psikiatri Indonesia, Wilayah DKI Jakarta, Dr. Eva Suryani, Sp, KJ dalam Media Gathering Bersama Halodoc, Rabu 29 Agustus 2018.

Kena Mental karena Cerai, Begini Nasihat dari Psikiater untuk Furry Setya

Ia kembali mempertegas, bahwa dalam tahapan depresi ringan tidak ada salahnya jika langsung mengkonsultasikan ke psikolog atau psikiater. Menurutnya, tidak perlu mesti menunggu hingga depresi berat untuk mengkonsultasikan ke tenaga ahli. 

"Dan ketika ke dokter(psikiater) tidak selalu harus diberikan obat terapi. Kalau dengan konseling cukup tidak akan memberi obat," kata dia. 

Untuk itu stigma bagi mereka yang melakukan perawatan ke rumah sakit jiwa sebagai orang gila juga harus dihilangkan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya