BPJS Dapat Suntikan Dana, Ketua IDI: Bukan Solusi Defisit Anggaran

Layanan/loket BPJS.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA – Dalam rangka mengatasi polemik seputar defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-K), Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Kerja Gabungan (RAKERGAB).

Di Universitas Harvard, Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Jurus Capai UHC dalam 10 Tahun

Rapat terbuka yang dihadiri Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan, Direktur Utama BPJS dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) itu membahas mengenai penanggulangan dan pengendalian defisit keuangan di BPJS Kesehatan.

Dalam RDP tersebut, Menteri Kesehatan Nila F. Moelok menjelaskan pihaknya telah menyiapkan beberapa solusi jangka pendek yaitu dengan melakukan pencairan dana suntikan dari APBN sebesar Rp4,993 Triliun.

Pasien Imunodefisiensi Primer Minta Pemerintah Masukkan Terapi IDP ke dalam Formularium Nasional

Rencananya dana tersebut akan cair pada bulan September 2018 dan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Kementerian Keuangan melalui Wakil Menteri Keuangan.

Menanggapi hal itu, ketua DJSN, Sigit Purnomo menganggap bahwa suntikan dana tersebut hanyalah 'dana talangan' yang hanya bertahan hingga akhir tahun, namun sama sekali tidak menyelesaikan masalah defisit anggaran BPJS-K jangka panjang. 

Berbagi Kebaikan Ramadhan, JEC Hadirkan Layanan BPJS Kesehatan dan Operasi Katarak-Juling Gratis

"Mungkin bisa ditalangi kalau dilihat jumlah talangan, masalah sementara bisa selesai hingga tutup tahun 2018. Melihat kemampuan Menkeu mencairkan dana Rp4,993 Triliun (Rp5 Triliun) namun defisit tetap berjalan hingga Rp11,2 Triliun dari total Rp16,2 Triliun," ujarnya di Ruang Rapat Komisi IX, Gedung Nusantara 1, Senin 17 September 2018.

Tak berbeda dengan Ilham Oetamamarsis yang menganggap hal tersebut tak menyelesaikan masalah. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini bahkan meminta pihak BPJS-K mencari penyelesaian secara menyeluruh bukan untuk jangka pendek. Hal ini lantaran bisa berdampak pada pelayanan kepada masyarakat pengguna BPJS.

"Jangan lama, tapi harus cepat. Misalnya tarif yang tidak bisa diselesaikan akibatnya standar pelayanan akan di bawah mutu standar. Mungkin bisa ditalangi kalau lihat jumlah talangan, untuk sementara masalah bisa selesai," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) DKI Jakarta, Koesmedi menganggap defisit akan terus berjalan jika hanya diselesaikan dengan cara seperti itu.

"Sementara mungkin akan menolong sampai akhir tahun. Tetapi defisit seperti ini mungkin akan kembali terjadi," kata dia.

Diketahui, BPJS diperkirakan mengalami defisit anggaran sebesar Rp16,58 Triliun hingga akhir tahun ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya