- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, belum lama ini mengeluarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes). Regulasi ini diklaim untuk mengatur pelaksanaan layanan BPJS Kesehatan menjadi lebih baik.
Peraturan tersebut terkait Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat, dan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Namun aturan tersebut dianggap sejumlah pihak merugikan peserta BPJS Kesehatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX, dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, BPJS, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) hingga Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diketahui bahwa Perdirjampelkes hingga saat ini belum dicabut. Direktur Utama BPJS Fachmi Idris menyebut belum dicabutnya Perdirjampelkes ini lantaran terjadinya penundaan rapat putusan pada Jumat pekan lalu, 14 September 2018.
"Kami sangat menghormati hasil rapat yang lalu. Harusnya memang sudah ada rapat harmonisasi terakhir agar tuntas di hari Jumat, tapi ada sedikit permasalahan. Rapat ditunda, kalau terjadi akan terjadi pencabutan," kata dia di Ruang Sidang Komisi IX DPR Jakarta, Senin 17 September 2018.
Seperti diketahui, BPJS Kesehatan diminta mencabut tiga peraturan Perdirjampelkes No 2, 3 dan 5. Sebab, menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis, tiga peraturan tersebut dapat menyulitkan stakeholders lainnya seperti rumah sakit.
"Harusnya dicabut, sebelum dilakukan suatu perbaikan tapi kok akhirnya BPJS tidak mencabut, itu jadi masalah. Padahal secara teoritis akan menyulitkan klaim rumah sakit dengan BPJS. Walaupun peraturan itu bersifat internal, seharusnya BPJS mendengar apa yang dibutuhkan stakeholders. Cabut dahulu, kita akan perbaiki dahulu," tutur dia.