6 Tahun ke Depan BPOM Targetkan Penyediaan Vaksin Halal

Ilustrasi vaksin atau jarum suntik.
Sumber :
  • Pixabay/PhotoLizM

VIVA – Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Penny Lukito menargetkan untuk menyediakan vaksin halal dalam enam tahun ke depan. Hal itu disampaikan oleh Penny saat penutupan The First Meeting of the Heads of National Medicines Regulatory Authorities (NMRAs) from Organization of Islamic Cooperation (OIC) di Jakarta. 

Sidang Perkara Vaksin Halal di PTUN Jakarta Masuk Tahap Pembuktian

"Kami menargetkan 5-6 tahun ke depan sudah tersedia pilihan vaksin halal tak hanya untuk negara-negara anggota OKI, tetapi juga kebutuhan dunia," ungkap Penny dalam siaran pers yang diterima VIVA, Jumat, 23 November 2018. 

Hal tersebut merupakan salah satu hasil kesepakatan kepala otoritas regulatori obat negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang dituangkan dalam "Deklarasi Jakarta". 

YKMI Kembali Minta Menkes Penuhi Kebutuhan Vaksin Halal

Langkah nyata lainnya dalam deklarasi juga mengamanatkan pembentukan working group yang khusus menangani masalah obat dan vaksin halal. Indonesia akan mengambil inisiatif, merujuk pada pengalaman Biofarma yang berhasil membuat vaksin dengan kualitas yang diakui badan kesehatan dunia WHO.

"Sejumlah negara OKI hingga kini masih berjuang melawan epidemi penyakit menular yang sebenarnya dapat dicegah lewat vaksin. Sebab itu penting untuk perluasan akses bagi negara tak mampu untuk mendapat vaksin. Termasuk obat-obatan murah," ujarnya.

YKMI Dukung Dinkes Depok yang Hentikan Penggunaan Vaksin Tak Halal

Hal lain yang menjadi butir dalam Deklarasi Jakarta adalah perlunya dilakukan harmonisasi standar menuju kemandirian obat dan vaksin. Termasuk akses bagi negara-negara miskin di lingkungan OKI untuk mendapatkan obat dan vaksin murah.

"Yang terpenting, lewat pertemuan ini  terbangun jejaring untuk menjalankan fungsi regulator guna mewujudkan ketersediaan obat yang aman, berkhasiat dan bermutu," katanya.

Ditambahkan, working group juga akan dibuat khusus untuk menangani produksi dan peredaran obat palsu. Karena kondisinya sudah mengkhawatirkan. Terlebih keberadaan obat palsu tersebut berbahaya bagi tubuh. Karena tidak diketahui kandungan bahan aktifnya.

"Kami akan mengembangkan modul-modul pengawasan yang bisa mendeteksi obat palsu. Selain juga perlunya warning sistem bagi negara anggota OKI yang mendapatkan kasus obat palsu di negara masing-masing," kata Penny menandaskan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya