- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Permasalahan keuangan yang membelit Badan Pengawasan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) meresahkan banyak pihak. Pembayaran kepada rumah sakit yang tidak tepat waktu juga dikhawatirkan akan memengaruhi pelayanan kepada pasien.
Padahal, menurut Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia Fajarudin Sihombing, salah satu hal penting yang menjadi dasar bagi rumah sakit tertarik bekerja sama dengan BPJS Kesehatan adalah pembiayaan.
Lantas, dengan permasalahan pembiayaan yang terjadi saat ini apakah rumah sakit merugi? Sayangnya, Fajar tidak mau memberikan jawaban pasti.
Namun, ia menuturkan, sebelum adanya Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN, investasi rumah sakit yang sudah direncanakan untuk tahun mendatang sudah bisa mendapat kepastian pendanaan baik internal maupun eksternal.
"Sekarang agak sulit. Dulu setiap rumah sakit punya annual plan, sekarang agak sulit karena sumbernya penuh ketidakpastian, terutama soal regulasi," ungkap Fajar saat Prakarsa Talk 'Bergandengan Tangan Selamatkan JKN' di Cikini, Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.
Fajar mengakui memang terjadi keterlambatan pembayaran dari tahun 2017 hingga 2018. Namun, jangka keterlambatan bervariasi seperti dua bulan. Tapi, sejak adanya supply chain management (SCM), permasalahan pembayaran ini sedikit teratasi.
Fajar juga menilai, seiring berjalannya waktu dan terjadinya defisit JKN menimbulkan suatu respons berbeda dari rumah sakit. Ada beberapa rumah sakit yang sedang bersiap-siap menjadi provider memilih mundur.
Kemudian, rumah sakit yang sudah menjadi provider dan ingin all out kini jadi berpikir lagi. Sementara rumah sakit yang sudah all out jadi berpikir ulang.
"Bagaimana kelanjutan rumah sakit kami?" kata Fajar.
Meski demikian, perhimpunan rumah sakit tetap mendorong rumah sakit anggotanya menjadi provider JKN.(ldp)