Apa Itu GHB? Narkoba di Kasus Burning Sun yang Menyeret Seungri

Seungri
Sumber :
  • Instagram.

VIVA – Kasus Burning Sun menjadi perhatian bukan hanya di kalangan masyarakat Korea Selatan, tetapi juga publik dunia termasuk Indonesia. Ini karena kasus tersebut menyeret nama bintang besar dan mantan personel boyband BIGBANG, Seungri.

Arus Balik Lebaran, Sopir Bus di Terminal Gayatri Tulungagung Kedapatan Positif Narkoba

Burning Sun sendiri merupakan klub malam yang berdiri pada 23 Februari 2018 dan diyakini sebagai salah satu bisnis Seungri. Seungri kabarnya adalah Direktur Eksekutif Promosi Burning Sun.

Klub ini diketahui memiliki pendapatan tertinggi di kawasan Gangnam, Korea Selatan yang pendapatannya diperkirakan mencapai Rp213 miliar, belum pendapatan lain yang tidak tercatat.

Top Trending: Pertamina Bebastugaskan Arie Febriant Hingga Pria Tampar Wanita Gegara Disebut Alien

Dari sekian banyak isu yang menyelimuti klub ini, yang cukup menarik adalah adanya jual beli narkoba di dalamnya. Jenis narkoba itu adalah mulpong atau gamma hydroxybutyrate (GHB).

Salah satu kanal YouTube milik warga Korea yang fasih berbahasa Indonesia, Korea Reomit mengunggah konten berjudul "BURNING SUN.. Fakta akan terungkap".

Sinergi Bea Cukai dan Bareskrim Polri Kembali Bongkar Pabrik Ekstasi di Sunter

Pada menit ke 12.31 disebut banyak wanita-wanita di klub tersebut mendapatkan minuman dari pria. Setelah mengonsumsi minuman itu, mereka mengalami pengalaman yang sama, kehilangan ingatan.

"Bener-bener enggak ada pada waktu tertentu. Ingatannya itu kayak digunting katanya, kayak enggak inget ditunjukkin foto, loh kemarin foto sama aku, enggak inget?" kata dia.

Dia melanjutkan, ketika wanita ini merasa takut dengan kejadian yang dialaminya, mereka melapor ke polisi. Namun ketika dilakukan pemeriksaan pada tubuh mereka hasilnya negatif.

"(Mereka bilang) Kayaknya aku diminumin obat terlarang, mau diperiksa dong. Ketika diperiksa hasilnya negatif alias tidak terdeteksi ada obat di dalam tubuh mereka," ujarnya.

Dia melanjutkan bahwa jenis narkoba yang diberikan kepada wanita-wanita itu adalah narkoba mulpong atau yang dikenal dengan GHB.

"Obatnya ini fungsinya atau akibatnya adalah meningkatkan nafsu sex, tidak ingat akan tindakannya sendiri. Seramnya obat ini tidak bisa terdeteksi jika sudah lewat lebih dari 12 jam atau 24 jam, bisa keluar total dari tubuh sehingga tak bisa dideteksi dengan alat apa pun," kata dia.

Lalu, apa itu narkoba jenis mulpong atau GHB? Dilansir dari laman Drugs, GHB adalah depresan sistem saraf pusat (SSP) yang biasa disebut sebagai “obat klub” atau “obat perkosaan”. Narkoba jenis ini sering disalahgunakan oleh remaja dan dewasa di bar, pesta dan klub. Biasanya narkoba ini sering dimasukkan dalam minuman beralkohol.

GHB tidak memiliki bau dan tidak berwarna ketika dicampurkan pada minuman alkohol. Efek penyalahgunaan obat ini, menyebabkan meningkatnya gairah seks, berkeringat, kehilangan kesadaran, mual, sakit kepala, kelelahan, halusinasi, amnesia hingga koma.  

Secara farmakologi, GHB bekerja pada dua lokasi reseptor di otak, yakni GABAB dan reseptor GHB tertentu. Tindakan pada dua lokasi reseptor ini mengarah pada efek penurunan GHB depresan, stimulan dan psikomotorik.

Sekitar 95 persen GHB dimetabolisme di hati selama 30-60 menit. Hanya 5 persen dari obat induk yang diekskresikan melalui ginjal. Deteksi GHB dalam urine akan sulit terdeteksi setelah 24 jam dikonsumsi.

GHB dapat menimbulkan efek kecanduan jika digunakan berulang kali. Jika mengombinasikan GHB dengan alkohol, obat penenang lainnya seperti barbiturat atau benzodiazepin dan obat lain yang memiliki aktivitas depresan SSP bisa menyebabkan mual, muntah dan aspirasi, membahayakan sistem saraf pusat serta depresi pernapasan. Pemberian GHB dengan dosis tinggi tanpa zat terlarang atau alkohol lainnya pun dapat menyebabkan sedasi, kejang, koma, depresi pernapasan berat hingga kematian.

Pada tahun 1990, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan penggunaan GHB tidak aman dan ilegal, kecuali berdasarkan protokol yang diawasi oleh dokter yang disetujui FDA. Pada bulan Maret 2000, GHB ditempatkan dalam Jadwal I Undang-undang Obat dan Zat Terkendali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya