700 Lebih Puskesmas di Indonesia Tidak Punya Dokter

Ilustrasi dokter.
Sumber :
  • www.pixabay.com/jennycepeda

VIVA – Pembangunan kesehatan yang bertujuan mewujudkan peningkatan derajat kesehatan memerlukan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata ke seluruh wilayah Indonesia. Penentu dari keberhasilan pembangunan kesehatan ini adalah adanya sumber daya manusia kesehatan.

Pengen Mulai Perawatan Kulit? Perhatikan Ini Biar Gak Terjerumus Klinik Abal-abal

Melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK), baru lima dari sembilan jenis tenaga kesehatan yang bisa dipenuhi untuk puskesmas di seluruh Indonesia.

"Lima jenis tenaga kesehatan itu yakni tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga ahli teknologi laboratorium medik," ujar Kepala BPPSDMK Usman Sumantri saat temu media di Gedung BPPSDMK, Jakarta, Jumat, 5 April 2019.

6 Cara Efektif Mengurangi Mata Minus bagi Penderita dengan Tingkat Minus Rendah

Dari program tersebut, pada tahun 2018 sudah terdapat 4.029 puskesmas yang sesuai standar. Di tahun 2019, BPPSDMK menargetkan ada 5.600 puskesmas yang mencapai standar ini.

Usman menambahkan, tenaga kesehatan secara nasional sebenarnya sangat memadai, bahkan lebih. Hanya saja distribusi yang tidak merata membuat tenaga kesehatan ini menjadi kurang. Ada yang menumpuk dan kekurangan di satu tempat tertentu.

Ruben Onsu Tes Kesehatan Sampai 48 Kali, Curiga Ada yang Janggal Sama Penyakitnya

Beberapa puskesmas ada yang kelebihan dokter dan perawat, namun ada pula puskesmas yang kelebihan bidan dan perawat sementara tenaga kesehatan lain tidak ada. Bahkan, tidak semua puskesmas memiliki dokter. Saat ini masih ada 728 puskesmas yang kosong dokter.

"Jalan keluarnya adalah redistribusi. Tapi, itu jadi tidak mudah dilakukan apalagi dengan adanya otonomi daerah," imbuh Usman.

Persoalan lainnya, ungkap Sekretaris BPPSDMK Trisa Wahyuni Putri, tidak semua tenaga kerja yang dihasilkan mau bekerja di tempat-tempat jauh dan terpencil. Karena itu, beberapa langkah terobosan dibuat agar ada pemerataan tenaga kesehatan ini, salah satunya dengan pemberian insentif.

Menurut Usman, untuk insentif di daerah terpencil mencapai Rp11 juta, dan di wilayah yang tidak terlalu terpencil Rp8,5 juta. Sementara untuk perawat D3 mendapat insentif Rp6,6 juta per bulan.

Trisa berharap, ke depannya pemerintah daerah bisa lebih aktif. Redistribusi tenaga kesehatan tidak hanya berfokus di perkotaan, tapi juga ke daerah lain. Hal itulah yang diperlukan peran aktif pemerintah daerah. (nsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya