Angka Stunting di Indonesia Terus Dipantau, 23 Kementrian Dikerahkan

Petugas Kesehatan Puskesmas Muara Dua melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan di Desa Meunasah Alue, Lhokseumawe, Aceh
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA – Menteri Kesehatan Nila F Moeloek memaparkan bahwa angka stunting atau kerdil pada anak turun menjadi 27,67 persen. Penurunan angka tersebut sebesar 3,1 persen dari data sebelumnya yakni 30,8 persen.

Soal Program Makan Siang Gratis, Ibu Hamil dan Balita juga Perlu Dukungan untuk Cegah Stunting

Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan bahwa prevalensi stunting sebesar 30,8 persen. Sementara jika dibandingkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dengan prevalensi stunting sebesar 37,2 persen.

"Dikerjakan oleh BPS dan Litbangkes, dulu Riskesdas 2018, 30,8 persen sekarang jadi 27,67 persen," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2019.

Kepala BKKBN: Supaya Anak Tidak Stunting, Beri ASI Eksklusif 6 Bulan!

Menurut Menkes Nila, prevalensi stunting tersebut akan terus dipantau dan dihitung setiap tahunnya. Sebab, hasil ini masih jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Meski angka stunting mencapai 27,67 persen, masih harus tetap ditekan sesuai standar maksimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah 20 persen," jelasnya.

Jurus Ampuh Papua Basmi Stunting, Dokter Hasto Berikan Strategi Jitu

Adapun penurunan angka stunting yang cukup signifikan ini berkat koordinasi lintas kementerian lembaga dengan membentuk Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Penelitian prevalensi stunting tahun 2019 dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dengan mengintegrasikan Susesnas dan Survei Status Gizi.

"Penelitian mengambil 320 ribu sampel rumah tangga di 514 kabupaten-kota pada 84.796 balita. Penelitian ini Relatif Standar Error 0,52 persen," ujar Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS, Gantjang Amanullah di kesempatan yang sama.

Dikeroyok 23 Menteri

 Selain angka stunting yang turun, prevalensi anak bawah lima tahun atau balita dengan gizi kurang juga sudah menurun dibanding tahun sebelumnya. Angkanya berhasil menurun sebesar 1,5 persen menjadi 16,29 persen.

Menurut data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, prevalensi gizi buruk sebelumnya sebesar 17,7 persen menjadi 16,29 persen. Hal yang sama juga terjadi pada penurunan prevalensi anak kurus yang menurun 2,8 persen.

"Prevalensi anak kurus dari 10,2 persen menjadi 7,44 persen pada 2019," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, Siswanto di Gedung Kemenkes.

Sejalan dengan itu, angka stunting pada tahun 2019 juga menurun 3 persen. Menkes Nila Moeloek menyatakan bahwa hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, menunjukan telah terjadi penurunan prevalensi stunting dari 30,8 persen tahun 2018 (Riskesdas 2018) menjadi 27,67 persen tahun 2019.

Kepala Badan Litbang Kesehatan, Siswanto menegaskan bahwa status gizi, khususnya pengendalian masalah pendek, menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Menurutnya, kesehatan atau status gizi adalah fondasi dalam membangun SDM berkualitas.

"Untuk itu, pemerintah telah menetapkan program percepatan penurunan stunting menjadi program prioritas nasional, yang dikeroyok oleh 23 Kementerian atau Lembaga," ungkap Siswanto.

Fungsi Pemantuan dan evaluasi, menurut Siswanto, ditugaskan presiden kepada Kemenkes dan BPS.

"Oleh karena itu Kemenkes bersama BPS setiap tahun akan melakukan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) untuk melihat progres program penurunan stunting," papar Siswato.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya