Didiagnosis Bipolar, Marshanda Sempat Jalani Rukiah Agar Sembuh

Marshanda
Sumber :
  • Shalli/VIVA.co.id

VIVA – Marshanda kembali mengungkap kondisi kesehatan mental yang dialaminya. Dalam program  Q&A di Metro TV dengan episode I'm Not Okay and That's Okay tersebut, wanita yang akrab disapa Caca ini mengaku didiagnosis mengalami bipolar sejak usia 20 tahun. 

Jadi Gampang Sakit, Benarkah Stres Mempengaruhi Sistem Imun?

Caca mengungkapkan bahwa kondisi bipolar membuatnya kerap melakukan tindakan impulsif. Tapi, lanjut Caca, hal itu yang mendorongnya memilih keputusan-keputusan penting dalam hidupnya. 

"Iya bipolar salah satu hadiah dari Tuhan buat aku. Kalau orang mau namain bipolar terserah, kalau psikiater bilang itu bipolar terserah," kata dia. 

Atasi Gangguan Mental Sebelum Berujung Depresi, Ini Solusi Menjaga Kesehatan Jiwa

Dalam perjalanan hidupnya, Caca mengaku pertama kali didiagnosis mengalami major depression pada umur 17 tahun. Baruah di usia 20 tahun dokter kembali mendiagnosisnya mengalami bipolar.

Baca Juga: Marshanda Buka-bukaan soal Kondisi Ayahnya yang Dulu Dibilang Pengemis 

Meli Joker Tewas Bunuh Diri Sambil Live di Instagram, Psikolog Soroti Hal Ini

"Jadi sebelum masa hang itu aku sempat dirukiah, ke spiritual healer sampai psikiater," ungkap Marshanda. 

Kondisi tersebut sebenarnya bukan hanya dialami olehnya. Dalam laporan Human Right Watch berjudul, "Hidup Di Neraka: Kekerasan terhadap Penyandang Disabilitas Psikososial di Indonesia," terungkap bahwa di berbagai daerah di Indonesia, tumbuh kepercayaan kalau kondisi kesehatan jiwa disebabkan kerasukan roh jahat atau setan, karena dirinya pendosa, melakukan perbuatan amoral, atau kurang iman. 

Buntutnya, keluarga bersangkutan biasanya membawa ke dukun atau kiai dan upaya mencari saran medis sering jadi pilihan terakhir. Bahkan sekalipun mereka mencari layanan medis, kemungkinan juga mustahil untuk mendapatkannya. 

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan hampir 90 persen orang tidak bisa mengakses layanan kesehatan jiwa. Negara berpenduduk 250 juta jiwa ini hanya punya 48 rumah sakit jiwa, lebih dari separuhnya berada di empat provinsi dari keseluruhan 34 provinsi. Delapan provinsi tak punya rumah sakit jiwa, dan tiga provinsi tidak punya psikiater.

Di seluruh Indonesia hanya ada 600 hingga 800 psikiater atau satu psikiater terlatih melayani 300.000 hingga 400.000 orang. Minimnya fasilitas dan layanan yang ada sering tidak menghormati hak-hak dasar penyandang disabilitas psikososial dan mendorong kekerasan terhadap mereka. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya