Anemia jadi Masalah Gizi Remaja Indonesia

ilustrasi remaja.
Sumber :
  • pexels

VIVA – Kesehatan anak-anak dan remaja di Indonesia perlu perhatian serius, mengingat masalah gizi belum juga teratasi. Saat ini Indonesia memiliki tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr. Dhian Probhoyekti, menjelaakan berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa 25,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 26,9 persen remaja usia 16-18 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek.

Selain itu, kata dia kepada awak media dalam jumpa pers di Kementerian Kesehatan, sebanyak 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalansi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada usia 16-18 tahun.

Soal Program Makan Siang Gratis, Ibu Hamil dan Balita juga Perlu Dukungan untuk Cegah Stunting

"Data tersebut merepresentasikan kondisi gizi pada remaja di Indonesia yang harus diperbaiki. Berdasarkan baseline survey UNICEF pada tahun 2017, ditemukan adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik pada remaja," kata dr Dhian, Jumat 24 Januari 2020.

dr Dhian melanjutkan, sebagian besar remaja menggunakan waktu luang mereka untuk kegiatan tidak aktif, sepertiga remaja makan cemilan buatan pabrik atau makanan olahan. Sedangkan sepertiga lainnya rutin mengonsumsi kue basah, roti basah, gorengan dan kerupuk.

Kepala BKKBN: Supaya Anak Tidak Stunting, Beri ASI Eksklusif 6 Bulan!

Dhian juga menjelaskan, perubahan gaya hidup juga terjadi dengan semakin terhubungnya remaja pada akses internet, sehingga remaha lebih banyak membuat pilihan mandiri. Pilihan yang dibuat seringkali kurang tepat sehingga secara tidak langsung menyebabkan masalah gizi.

"Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan status gizi remaja, memutus rantai intergenerasi masalah gizi, masalah penyakit tidak menular dan kemiskinan," kata dia.

Dia menjelaskan, penanganan masalah gizi anak memang tak bisa dilakukan sepihak. Dalam artian, tanggung jawab pengentasan masalah gizi tidak hanya ada di pundak sektor kesehatan, namun juga sektor lainnya. Penanganan masalah gizi juga harus melibatkan dinas sosial, sanitasi, pendidikan, perlindungan sosial hingga pemerintah daerah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya