Harapan Baru, Darah Mantan Penderita Corona COVID-19 Bisa Jadi Obat

Gambar pemindaian dengan Mikroskop Elektron, yang menunjukkan Virus Corona (kuning) diantara sel manusia (selain warna kuning). (Image Credit: NIAID-RML)
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Status darurat global masih berlaku untuk wabah virus corona yang berawal dari provinsi Hubei, China. Patogen yang kini disebut dengan COVID-19 muncul sejak Desember 2019. Hingga Senin, 17 Februari 2020, virus tersebut telah menjangkiti 70.400 orang di negeri Panda. Beberapa di antara mereka berhasil sembuh, sementara jumlah korban meninggal dunia mencapai 1.765 jiwa.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Vaksin untuk melawan infeksi virus corona sedang dalam pengembangan. Dan kini, muncul harapan baru dalam memerangi COVID-19.

Pada Kamis, 13 Februari Departemen Kesehatan China mengumpulkan mereka yang berhasil pulih dari paparan COVID-19. Mereka diminta untuk mendonorkan darah. Sebab darah mereka bisa saja mengandung protein yang bisa digunakan untuk mengobati infeksi, dilansir dari laman Live Science.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Ide donor darah muncul setelah perusahaan medis milik negara, China National Biotec Group menyatakan pemakaian antibodi tersebut telah membantu mengobati 10 pasien kronis. Inflamasi akibat infeksi COVID-19 berkurang dalam waktu 12 sampai 24 jam. 

Tapi, apakah menggunakan darah mereka yang sudah sembuh bisa melawan infeksi COVID-19? Seorang ahli menyatakan pada Live Science kalau pendekatan tersebut logis dan berprospek bagus untuk mengobati pasien kritis akibat virus corona.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Tapi mengingat masa hidup virus corona singkat, agak sulit untuk melewati uji coba obat yang normal. Dokter pun harus ekstra waspada untuk efek sampingnya. 

Baca juga: Pantau COVID-19 Lewat Platform Supaya Tak Jatuh Korban Lagi

Antibodi COVID-19

Antibodi merupakan protein yang dihasilkan oleh sistem imun untuk melawan virus, bakteri atau material asing lain yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi yang diperlukan berbeda-beda sesuai hal apa yang dilawan. Butuh waktu bagi tubuh untuk memproduksi antibodi. Kalau di masa depan virus atau bakteri yang sama menyerang lagi, maka tubuh akan mengingatnya dan memproduksi antibodi untuk melawan.

Manusia yang berhasil sembuh dari COVID-19 masih memiliki antibodi untuk virus corona di dalam darah mereka. Menyuntikkan antibodi tersebut ke pasien yang sedang terjangkit, secara teoritis membantu dalam memerangi infeksi.

Gampangnya, cara tersebut akan memindahkan imunitas orang yang sudah sembuh kepada mereka yang sedang terpapar COVID-19. Menurut Benjamin Cowling, profesor epidemologi dari University of Hong Kong, metode itu sudah pernah dipraktekkan saat terjadi wabah flu.

"Saya merasa lega ketika plasma darah dari penyintas diteliti," kata Carol Shoskes Reiss, profesor biologi di New York University. Meski begitu, ilmuwan masih harus mengawasi efek samping dari perawatan tersebut.

Di bawah pantauan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, obat yang masih dalam tahap uji coba bisa diberikan kepada pasien selain  peserta uji coba, terutama untuk situasi darurat. Meski badan itu tidak berperan dalam persetujuan obat di China, prinsip dasarnya tetap diterapkan. Obat itu hanya diberikan untuk pasien yang sakitnya tergolong kritis.

Meski berprospek bagus, enggak semua pihak menyetujui metode tersebut. "Saya rasa secara teoritis, pengobatan ini ide yang bagus. Tapi tidak seharusnya melewatkan proses pengujian yang biasa dijalankan untuk memastikan perawatan itu aman dan efektif, sebelum memberikannya kepada pasien," kata Dr. Eric Cioe-Peña, direktur di Northwell Health, New York. Dia mengingatkan pentingnya penelitian dilanjutkan dan menguji cara pengobatan itu secara menyeluruh. Terutama karena virus corona COVID-19 punya masa hidup yang singkat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya