Kemenkes Khawatir COVID-19 di Diamond Princess Tak Berkesudahan

Kapal pesiar milik Diamond Princess yang dikarantina di Jepang.
Sumber :
  • VIVA.co.id

VIVA – Seluruh penumpang dari kapal pesiar Diamond Princess hingga kini masih dikarantina. Dari sekitar 2000 penumpang, 454 penumpang dinyatakan positif terpapar virus corona baru atau COVID-19. Dari total tersebut 3 di antaranya ialah Warga Negara Indonesia. 

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Ini persis dengan Wuhan. Ini epicentrun langsung dilock down, kapal ini pun karena kemudian ada penumpang yang confirm positif tidak boleh keluar dan masuk kecuali petugas kesehatan," ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto saat ditemui di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020. 

Sementara itu, masih ada 75 WNI lainnya di kapal tersebut yang hingga kini masih mengalami observasi atau karantina. Yuri sendiri mengatakan bahwa penularan COVID-19 cukup unik dan menantang.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Ini karena penularan di Kapal tersebut sangatlah dinamis. Artinya tidak semua pasien yang positif COVID-19 tertular pada hari yang sama. Hal itu membuat masa karantina terus menerus bertamabah. 

"Ada yang (tertular) di hari ke lima, WNI kita di hari ke 10 sakit, hari ke 11 masih ada yag positif. Yang kita takutkan ada penularan berkesinambungan. Yang baru tertular di hari ke10 harus dihitung lagi (karanitinanya)," kata Yuri.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Ini yang menyebabkan cukup kompleks, kasus positifnya terus nambah karena siklusnya terus nambah."

Hal tersebut juga semakin diperparah dengan sirkulasi udara di kapal pesiar kurang baik. Sehingga udara serta virus yang ada di dalam kapal terus berputar. 

Meski demikian, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan mempercayakan penanganan sepenuhnya pada otoritas kesehatan Jepang. Meski demikian, juga tetap terus dilakukan koordinasi melalui KBRI di Tokyo. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya