- U-Report
VIVA – Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru saja menetapkan virus corona atau COVID-19 sebagai pandemi. Hingga kini virus yang pertama ditemukan di Wuhan, Tiongkok tersebut telah menginfeksi lebih 120 ribu pasien, dan lebih dari 4000 di antaranya meninggal.
Hingga hari ini tingkat kematian akibat COVID-19 diperkirakan mencapai 3,4 persen. Mayoritas dari kematian tersebut terjadi pada mereka dengan usia lanjut dan juga penyakit penyerta, salah satunya ialah penyakit ginjal kronis.
"Ya kan kalau kematian akibat corona ini biasanya disebabkan karena disertai komorbiditas, jadi kalau corona ini terjadi pada pasien gagal ginjal ya dia risiko kematiannya lebih tinggi dibandingkan orang normal yang terkena corona," ungkap Wakil Sekretaris Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH, saat ditemui di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis 12 Maret 2020.
Ia memaparkan, pasien COVID-19 yang juga memiliki penyakit gagal ginjal kronis lebih berisiko mengalami kematian lantaran daya tahan tubuhnya menjadi menurun. Hal tersebut juga lantaran kondisi lingkungan di tubuh yang terus berubah.
"Imunnya di tubuh karena kondisi lingkungan di tubuh yang sudah berubah berbeda, banyak toxic, menurunkan daya tahan tubuh," ujar Pringgo
Oleh karena itu, pasien COVID-19 dengan gagal ginjal mesti lebih mendapatkan penanganan ekstra. Meski demikian, perilaku hidup bersih dan sehat juga terus diterapkan.
"Untuk gagal ginjal jelas harus dihindari kontak, pakai masker cuci tangan, sama seperti populasiumum, tapi memang lebih ketat lagi karena daya tahan tubuh pada pasien dengan gagal ginjal ini sudah turun," ujar dia.