Pesan Dokter, Buat Kamu yang Ngotot Mau Mudik Pulang Kampung

Ilustrasi mudik Lebaran
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA – Mudik atau pulang ke kampung halaman seperti diketahui sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia ketika Hari Raya Idul Fitri. Namun kini, di tengah pandemi virus corona COVID-19, masyarakat di Indonesia disarankan untuk tidak mudik ke kampung halaman. Diredamnya keinginan untuk mudik perlu dilakukan, demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Walaupun tidak bisa mudik bertemu langsung sanak famili di kampung halaman tahun ini, masyarakat masih bisa melakukan tradisi mudik tahun berikutnya hingga wabah virus corona terhenti. Mengenai mudik ke kampung halaman, Spesialis Penyakit Dalam yang juga menjabat sebagai Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam mengungkapkan, jika mudik terpaksa dilakukan, Ari mengingatkan terutama untuk masyarakat DKI Jakarta untuk berpikir lebih jauh.

“Perlu kita ingatkan kepada para pemudik bahwa Anda itu berasal dari daerah yang paling banyak kasusnya di Indonesia. Artinya Anda berasal dari daerah episentrum. Ketika sampai di kampung, Anda harus melakukan isolasi diri selama dua minggu, dalam masa inkubasi tidak boleh keluar rumah tidak boleh berinteraksi dengan banyak orang. Kalau perlu selama dua minggu itu Anda pakai masker kalau ingin berinteraksi karena kan potensi dia bisa menularkan ke orang sekitar,” kata Ari saat berbincang dengan VIVA melalui sambungan telepon, Jumat 27 Maret 2020.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Di sisi lain, dia meminta masyarakat yang ngotot akan mudik untuk kembali memikirkan juga urgensi dari pulang kampung tersebut. Dia menjelaskan kalau tujuan dari mudik tersebut hanya untuk silaturahmi saja, ada baiknya kegiatan mudik tahun ini untuk ditunda sementara.  

“Pertama orang pemudik itu lihat apa kepentingan mudik itu. Kalau kepentingan hanya silaturahmi, saya rasa enggak perlu, kalau kepentingan mudiknya lihat anak istrinya susah juga kita bilangnya. Jadi kita harus balikin lagi kita kan orang hidup, kita tahu punya anak istri bagaimana rasanya situasi seperti ini enggak ada kepala keluarga misalnya. Jadi enggak bisa saya pukul rata kita mesti wise untuk ini,” lanjut dia.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Ari pun mengingatkan, jika terpaksa sekali harus mudik, perlu dipastikan apakah fasilitas kesehatan di kampung halaman memadai sebagai antisipasi kalau ada kasus-kasus yang memang suspect COVID-19.

“Masalahnya ketika Anda sakit kita mesti cek dulu fasilitas (kesehatan) di desa itu siap menerima Anda kalau Anda suspect COVID-19? Itu juga mesti dipastikan. Kalau (fasilitas kesehatan) tidak siap Anda justru bisa menyebarkan ke banyak orang lain lagi di situ,” kata dia.

Bukan hanya pemudik, Ari menjelaskan, pemerintah daerah juga harus mempersiapkan antisipasi-antisipasi jika terjadi penemuan kasus virus corona di daerah. Jika masih banyak warga Jakarta nekat untuk mudik, pemerintah daerah perlu persiapkan rumah sakit daerahnya untuk sediakan ruang isolasi khusus, alat pelindung diri yang lengkap untuk tenaga kesehatan.

“Menurut saya sekarang kalau ini memang ada istilahnya dibolehkan mudik maka pemerintah daerah antisipasi kalau ada kasus-kasus yang memang suspect COVID-19, rumah sakit mesti siapkan ruang isolasi, tenaga kesehatan disiapkan APD yang lengkap,” jelas Ari.

Dia juga menekankan kalau memang mudik tahun ini terjadi, pengelola moda transportasi juga harus mempersiapkan berbagai aturan untuk pemudik seperti pengaturan tempat duduk, hingga pemeriksaan suhu tubuh seperti yang dilakukan di bandara-bandara.

“Jadi ini harus diatur ini, kalau memang iya (boleh mudik) mesti diatur tetap social distancing di atas kereta atau di bus bisa enggak (diterapkan) social distancing, itu mesti diperhatikan. Kan kita enggak tahu dia kalau batuk-batuk ada virus atau enggak. Bus harus ketat (pemeriksaan), kalau asimtomatik (tanpa gejala), kita enggak bisa menscreening tapi ketika suhu tinggi, demam, atau batuk, pilek, enggak boleh naik bus, enggak boleh kereta harus ketat seperti di bandara kalau memang itu mau dikerjakan,” kata dia.

Ari juga menginginkan, jika memang mudik diizinkan, pihak stasiun kereta juga wajib melakukan seleksi penumpang. Mereka yang naik dan turun dari kereta wajib dicek karena bisa saja selama di perjalanan tertular atau membawa virus corona. “Waktu masuk tidak panas di dalam panas turun ketangkep atau bisa saja saat naik kendaraan tidak ada gejala dua hari setelah sampai panas kan bisa begitu,” tambah dia.

Seperti diketahui, jumlah kasus virus corona kian hari makin bertambah di Indonesia. Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto di gedung BNPB menyampaikan bahwa hingga 26 Maret 2020 sudah ada  893 kasus Corona di Indonesia. Dari kasus itu 78 orang dinyatakan meninggal dunia dan 35 orang telah sembuh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya