Miris, Walau Berisiko Tinggi Kena Corona Pria-pria Tua Malah Cuek

Ilustrasi lansia
Sumber :
  • Freepik

VIVA – Penelitian baru telah menemukan bahwa  pria yang lebih tua cenderung tidak terlalu khawatir dan hanya membuat sedikit perubahan perilaku dalam menanggapi pandemi Virus Corona atau COVID-19. Padahal secara demografi lebih berisiko mereka lebih berisiko tinggi tertular  COVID-19.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Menurut penelitian The Journals of Gerontology, pria yang lebih tua mungkin memerlukan lebih banyak pendidikan dan intervensi untuk memastikan mereka memahami risiko COVID-19 secara akurat.

Sedangkan menurut Medical News Today, kemunculan tiba-tiba dan penyebaran cepat virus SARS-CoV-2, serta risiko yang terkait dengan penularan COVID-19, mengharuskan ada perubahan radikal dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Informasi yang didapat tentang virus ini telah mengidentifikasi demografi yang paling rentan terhadap reaksi parah terhadap virus.

Sementara setiap orang harus melakukan perubahan perilaku untuk mengurangi penyebaran virus, kelompok rentan juga perlu berhati-hati, karena COVID-19 yang parah dapat mengancam jiwa.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), 8 dari 10 kematian COVID-19 di Amerika Serikat berusia 65 tahun ke atas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pria berisiko lebih tinggi terhadap dampak penyakit yang lebih buruk, termasuk kematian.

Untuk itu, pria tua atau yang sudah menginjak usia 65 tahun, harus lebih berhati-hati dan khawatir terhadap virus ini. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan pria yang lebih tua cenderung khawatir tentang kematian.

"Orang dewasa yang lebih tua menunjukkan lebih sedikit emosi negatif dalam kehidupan sehari-hari mereka, mereka juga menunjukkan lebih sedikit kekhawatiran dan lebih sedikit gejala PTSD berikut bencana alam dan serangan teroris," ujar Dr. Sarah Barber, peneliti gerontologi dan psikologi di Georgia State University sekaligus penulis dalam penelitian ini.

"Dalam keadaan normal, tidak terlalu khawatir adalah hal yang baik. Kehidupan sehari-hari mungkin lebih bahagia jika kita tidak terlalu khawatir. Namun, terkait COVID-19, kami berharap jumlah kekhawatiran yang lebih rendah akan diterjemahkan ke dalam perubahan perilaku COVID-19,"kata dia melanjutkan.

Makalah ini berusaha mengeksplorasi apakah pengurangan kekhawatiran ini terkait dengan COVID-19 dan memengaruhi kemungkinan seseorang untuk melakukan perubahan perilaku dalam menanggapi virus.

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan peserta berusia 18 - 35 tahun dan 65 - 81 tahun. Setelah mengecualikan peserta yang telah menerima diagnosis COVID-19, sampel yang tersisa terdiri dari 146 orang yang lebih muda (78 wanita, 68 pria) dan 156 orang yang lebih tua (74 wanita, 82 pria).

Para peneliti meminta setiap peserta untuk mengisi kuesioner untuk menilai tingkat relatif mereka tentang persepsi risiko, kekhawatiran, dan perubahan perilaku dalam menanggapi pandemi ini.

Para peneliti menilai risiko dengan bertanya apakah para peserta berpikir orang bereaksi berlebihan terhadap virus dan apakah mereka berpikir virus itu tidak lebih buruk dari flu musiman. Para peserta menjawab pertanyaan sesuai dengan skala 1 (sangat tidak setuju) hingga 7 (sangat setuju).

Hasilnya, studi ini menemukan bahwa sebagian besar orang cukup khawatir tentang pandemi, dan 80 persen responden telah melakukan perubahan perilaku sebagai respons terhadapnya.

Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa pria yang lebih tua tidak terlalu khawatir dari peserta lain tentang COVID-19 dan membuat perubahan paling sedikit pada perilaku mereka.

Temuan penelitian ini menunjukkan pentingnya memastikan orang, terutama pria yang lebih tua, memiliki persepsi yang akurat tentang risiko COVID-19.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya