Dirawat Terlama di Rumah Sakit, Pasien COVID-19 Ditagih Rp16 Miliar

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Pria bernama Michael Flor merupakan pasien COVID-19 yang dirawat paling lama di Amerika. Dia berada di Pusat Medis Swedia di Issaquah, Washington, selama total 62 hari.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Pria lanjut usia itu sudah hampir kehilangan nyawa pada saat itu. Dia berada di kondisi di mana perawat mematuhi permintaannya untuk menelepon istri dan anak-anaknya untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun, dia kini secara ajaib bisa sembuh dari penyakit itu dan berada di rumahnya di Seattle Barat.

Tapi, kesembuhan Flor ternyata tidak selalu menjadi kabar bahagia. Hal itu terjadi setelah rumah sakit mengiriminya tagihan dengan total sevear USD1.122.501,04 atau sekitar Rp16 miliar, bersama dengan 181 halaman tagihan.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Baca juga: Hati-hati, Virus Corona Dapat Memicu Diabetes pada Orang Sehat

Untungnya, Flor tidak harus membayar seluruh tagihan itu berkat asuransinya. Kemungkinan dia juga tidak perlu membayar apapun.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Saat berbicara kepada Seattle Times, Flor sudah tahu kalau tagihan rumah sakitnya akan mahal. Kepada istrinya, Elisa Del Rosario, ia mengatakan, "Kamu harus mengeluarkanku dari sini, kita tidak mampu untuk ini."

Agar kamu bisa membayangkan seberapa mahalnya biaya perawatan Flor, dalam sehari unit perawatan intensif menelan biara USD9.736 atau sekitar 138,8 juta. Lalu, kalikan itu selama 42 hari (dia diisolasi selama 42 hari), biaya ruangannya saja mencapai USD408.912 atau sekitar Rp5,8 miliar.

Ventilator yang dipakainya selama 29 hari menelan biaya USD2.835 per hari atau sekitar Rp40,5 juta, sehingga totalnya menjadi USD82.2015 atau sekitar Rp1,1 miliar.

Flor menjelaskan, karena kondisi jantung, ginjal, dan paru-parunya memburuk, para dokter pun akhirnya memberikan segala perawatan yang ada padanya.

"Aku merasa bersalah karena selamat. Ada perasaan, 'kenapa saya?' Kenapa aku berhak mendapatkan ini semua? Melihat biaya yang luar biasa benar-benar menambah rasa bersalah penyintas," katanya seperti dikutip laman World of Buzz.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya