Orang yang Tak Religius Berpeluang Besar Selamat dari COVID-19

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Sebuah data statistik baru menunjukkan, orang-orang yang tidak religius memiliki peluang lebih besar selamat dari virus corona atau COVID-19.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Statistik tersebut dikeluarkan oleh Office of National Statistics (ONS) di Inggris. ONS merilis angka yang didasarkan pada jumlah kematian di Inggris dan Wales yang terjadi antara tanggal 2 Maret hingga 15 Mei.

Angka tersebut menunjukkan bahwa risiko meninggal akibat COVID-19 lebih tinggi di antara mereka yang terindentifikasi sebagai Muslim, Yahudi, Hindu, dan Sikh. Angka kematian terbesar terdapat pada kelompok religi Muslim, dengan 198,9 kematian per 100.000 pria, dan 98,2 kematian per 100.000 perempuan.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Baca juga: Berapa Lama Waktu Dibutuhan untuk Sembuh dari COVID-19?

Sebaliknya, mereka yang tidak punya agama memiliki angka kematian terendah, dengan 80,7 kematian per 100.000 pria, dan 47,9 kematian per 100.000 perempuan.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Angka baru ini dirilis tidak setelah sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Edinburgh menemukan bahwa orang dengan latar belakang India dan Pakistan adalah di antara mereka yang berisiko tinggi meninggal karena COVID-19 di Inggris.

Dari dari 30.693 orang yang masuk di 260 rumah sakit menemukan 19 persen peningkatan risiko kematian karena COVID-19 pada mereka yang berasal dari Asia Tenggara dibandingkan orang kulit putih.

Temuan ini menambah dorongan untuk tindakan penanganan kesehatan yang tidak sama antara komunitas yang berbeda di Inggris. Para ahli di balik penelitian ini mengatakan, 40 persen dari orang Asia Tenggara di dalam grup ini memiliki diabetes yang merupakan faktor signifikan dalam peningkatan risiko kematian mereka.

Orang yang berasal dari Asia Tenggara 28 persen berpeluang lebih tinggi mendapatkan perawatan kritis dan orang berkulit hitam lebih berpeluang tinggi lagi dengan risiko 36 persen.

Meski demikian, jika menyangkut risiko pasien ini akan meninggal, orang Asia Tenggara 19 persen lebih besar dibanding orang kulit putih dan hitam yang memiliki peluang 5 persen.

"Kami sudah menunjukkan peningkatan risiko kematian yang jelas 20 persen pada orang Asia Tenggara yang berada di rumah sakit karena COVID-19. Orang Asia Tenggara terlihat sangat berbeda di rumah sakit dibanding kelompok lainnya, khususnya, orang kulit putih," ujar Profesor Ewen Harrison, penulis studi, seperti dikutip laman Mirror.

Profesor Harrison menambahkan, orang-orang Asia Tenggara rata-rata berusia 12 tahun lebih muda, dan kemungkinan kecil menderita penyakit seperti paru-paru, demensia atau obesitas. Tapi, kemungkinan besar memiliki diabetes.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya