Pakar Klaim COVID-19 Picu Peradangan Otak

Covid-19 mengubah tatanan kehidupan manusia di bumi
Sumber :
  • vstory

VIVA –Para ilmuwan memperingatkan akan potensial kerusakan otak yang berhubungan dengan virus corona jenis baru atau COVID-19. Bukti baru  menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan komplikasi neurologis yang parah, termasuk peradangan otak, psikosis dan delirium.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Sebuah studi oleh peneliti di University College London (UCL) menunjukkan terdapat 43 pasien COVID-19 yang menderita disfungsi otak sementara, stroke, kerusakan saraf atau efek otak serius lainnya. Penelitian ini sejalan dengan studi terbaru yang juga menemukan penyakit ini dapat merusak otak.

"Kerusakan otak terkait dengan pandemi, mungkin mirip dengan wabah ensefalitis lethargica pada 1920-an dan 1930-an setelah pandemi Flu Spanyol 1918 - masih harus dilihat," kata Michael Zandi, dari UCL's Institute Neurologi, yang ikut memimpin penelitian, dikutip dari laman Reuters, Rabu 8 Juli 2020.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona baru, sebagian besar adalah penyakit pernafasan yang awalnya hanya mempengaruhi paru-paru. Tetapi ahli saraf dan dokter spesialis otak mengatakan bukti baru muncul pada bahaya otak.

"Kekhawatiran saya adalah ada jutaan pasien COVID-19 sekarang. Dan jika dalam waktu setahun kita memiliki 10 juta orang yang pulih, dan orang-orang itu memiliki defisit kognitif, maka itu akan memengaruhi kemampuan otak untuk bekerja," ujar ahli saraf di Universitas Barat di Kanada, Adrian Owen.

Cerita Anne Avantie Bangkrut, Temukan Kebahagiaan di Tempat Tak Terduga

Dalam studi UCL, yang diterbitkan dalam jurnal Brain, sembilan pasien yang mengalami peradangan otak didiagnosis dengan kondisi langka yang disebut acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) yang lebih sering terlihat pada anak-anak dan dapat dipicu oleh infeksi virus.

Peneliti mengatakan biasanya akan melihat sekitar satu pasien dewasa dengan ADEM per bulan di klinik spesialis mereka di London, tetapi ini telah meningkat setidaknya satu minggu selama masa studi. Menurutnya, kondisi itu menggambarkan sebagai "peningkatan yang mengkhawatirkan".

"Mengingat penyakit ini baru ada selama beberapa bulan, kita mungkin belum tahu apa yang bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang COVID-19," kata Ross Paterson, yang ikut memimpin penelitian ini. "Dokter perlu mewaspadai kemungkinan efek neurologis, karena diagnosis dini dapat meningkatkan peluang kesembuhan pasien."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya