Hati-hati, Stres Pikirkan COVID-19 Picu Gejala Mirip Serangan Jantung

Ilustrasi serangan jantung.
Sumber :
  • Pexels

VIVA – Para ahli mengatakan, peningkatan stres yang terkait dengan virus corona atau COVID-19, juga bermanifestasi menjadi gejala menakutkan masalah jantung atau sindrom patah hati yang terkenal. 

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam JAMA (Journal of American Medical Association) menemukan, dengan meningkatnya kasus COVID-19, dokter melihat orang-orang yang dirawat di rumah sakit, mengalami gejala yang mirip dengan sindrom patah hati, berhadapan dengan serangan jantung. 

Dilansir Times of India, para ilmuwan menyatakan, sindrom patah hati biasanya bukan merupakan gejala infeksi, tekanan fisiologis dan emosional yang ditimbulkan oleh pandemi ini, membuat banyak orang mengalami masalah ini dan kondisinya cukup parah.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Baca juga: Bisakah Kita Terinfeksi COVID-19 Dua Kali?

Mungkin terdengar dibuat-buat, namun sindrom patah hati sangat nyata dan dapat menimbulkan kerusakan yang berlangsung lama. Sindrom patah hati atau broken heart syndrome mengacu pada suatu kondisi yang meniru gejala serangan jantung yang dapat timbul karena trauma atau stres yang hebat. Meskipun kondisinya tidak fatal atau mengancam jiwa seperti serangan jantung, namun itu sama nyatanya. 

10 Kebiasaan yang Membuat Karyawan Bahagia di Tahun 2024 Menurut Analisis

Satu-satunya perbedaan nyata antara serangan jantung dan sindrom ini adalah, serangan jantung menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Sedangkan sindrom tersebut terasa seperti serangan jantung, tetapi tidak menyebabkan masalah penyumbatan. 

Baik serangan jantung atau sindrom patah hati, memiliki gejala yang sangat mirip, termasuk nyeri menusuk di dada, sesak napas, dan berkeringat. Selain itu, penderita juga merasakan aritmia, syok, gelisah, dan detak jantung tak menentu. 

Kamu dapat dengan mudah terpengaruh, bahkan jika kamu tidak memiliki riwayat masalah jantung atau penyakit jantung lainnya. Secara medis, itu juga disebut sebagai stres kardiomiopati atau sindrom takotsubo, karena sebagian besar situasi adalah akibat dari stres atau pemicu traumatis yang menyebabkan tekanan pada jantung yang tak tertahankan. 

Meskipun biasanya sindrom ini diakibatkan oleh situasi, seperti kehilangan orang yang dicintai, putus cinta, atau kehancuran. Namun, para ahli mengatakan, ketidakpastian dan stres yang dibawa oleh COVID-19 juga momumental dan sama traumatisnya dengan yang lain. Studi yang telah dilakukan oleh penulis utama dari Klinik Cleveland, juga menegaskan hal yang sama. 

Para peneliti membandingkan riwayat kasus pasien yang dirawat di rumah sakit dengan sindrom patah hati 8 minggu sebelum dimulainya pandemi dan 8 minggu selama puncak infeksi virus corona. 

Sementara pra-pandemi, 5-8 kasus telah didaftarkan, pasca pandemi awal minggu kelima terdapat lonjakan dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan patah hati, dengan sebanyak 20 orang yang mengeluhkan gejala. 

Mungkin ada banyak pemicu yang berbeda untuk patah hati. Namun, pandemi ini membuat dunia terhenti. Banyak yang berjuang untuk hidup, bekerja dengan jam ekstra, kehilangan anggota keluarga atau teman, atau beberapa ada yang bersedih karena kehilangan pekerjaan atau pendapatan.

Baca juga: Ini Bedanya Penularan Virus Corona Lewat Airborne dan Droplet

Juga, terdapat banyak ketidakstabilan, mengingat isolasi sosial dan karantina adalah konsep baru. Stigma seputar infeksi COVID-19 ini juga dapat membuat seseorang mengalami tekanan psikologis. Yang pada gilirannya, dapat bermanifestasi menjadi gangguan jantung. 

Penelitian ini menyoroti bahwa kondisi seperti patah hati dapat berubah menjadi bahaya kesehatan atau gangguan stres, tidak boleh diabaikan. Stres dalam bentuk apapun harus segera diobati untuk menghindari dampak di kemudian hari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya