Isu Rapid Test Menjadi Lahan Bisnis, Ini Kata Dokter Tirta

Dokter Tirta.
Sumber :
  • Instagram/dr.tirta

VIVA – Dokter Tirta terus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait virus corona atau COVID-19. Dalam sebuah diskusi Tirta meminta agar pemerintah tidak menyalahkan masyarakat atas terjadinya lonjakan angka positif. 

Top Trending: Kisah Mualaf Dokter Tirta hingga Willy Amrul Adik Kandung Buya Hamka Jadi Pendeta

Tirta juga meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk membantu para tenaga kesehatan untuk menenangkan masyarakat yang justru saat ini terprovokasi oleh kabar bohong yang banyak beredar luas. Terutama tentang banyaknya masyarakat yang berfikir jika tenaga kesehatan membisniskan rapid test. 

"Terkait kebijakan ini yang mempertanyakan itu sudah mengatakan sejatinya rapid itu tidak efektif maret sudah mengatakan itu. Akhirnya terjadi miss dokter seolah membisniskan rapid. Jujur sekalian klarifikasi tenaga kesehatan itu tidak pernah bisnis kami para dokter sibuk melayani dan edukasi," kata Tirta dalam webinar Minggu, 9 Agustus 2020.

Kisah Mualaf Dokter Tirta, Berawal dari Sang Ayah yang Dihina dan Diremehkan

Tirta menyampaikan jika yang membuat kebijakan untuk melakukan rapid test saat berpergian bukanlah tenaga kesehatan. Justru tenaga kesehatan telah menyampaikan sejak lama jika rapid test tidak efektif. 

Baca juga: 5 Cara untuk Membuat Hubungan Jarak Jauh Berhasil

Terpopuler: Heboh! Olla Ramlan Minta Tolong, Adik Teuku Ryan Bongkar Rahasia Sang Kakak Usai Nikah

"Yang membuat kebijakan rapid untuk transportasi itu bukan kami itu enggak efektif. Rapid berlaku 14 hari kita cek 14 hari itu negatif kemudian 14 hari itu kena orang positif efektifnya enggak ada. Kalau diluar negeri mobile swab itu bisa sejam dan murah dikita swab mahal. Rapid itu false negatif dan false positifnya tinggi terus manfaatnya rapid itu apa?" ujar Tirta. 

Tirta menyampaikan kemungkinan orang bisa tertular COVID-19 dalam perjalanannya sehingga rapid test sebelum perjalanan dianggap tidak efektif. 

"Maka kami mengatakan kalau tidak bisa PCR swab mending kita gerakkan protokol yang masif, iklan ke TV, gerakkan masif pakai RT RW, kita punya gerakan kader posyandu, kenapa enggak kita edukasi dari tingkat posyandu," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya