Sama-sama Serang Napas, Begini Bedakan PPOK dengan COVID-19

Ilustrasi paru-paru/rontgen/x-ray.
Sumber :
  • Freepik/pressfoto

VIVA – Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat, di mana semakin lama akan semakin memburuk.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

PPOK sendiri disebabkan oleh merokok dan polusi udara, baik di dalam maupun luar ruangan. Awal terjadinya penyakit ini, biasanya pada usia pertengahan dan tidak dapat hilang dengan pengobatan. 

Sama-sama menyerang saluran pernapasan, tak sedikit yang bingung membedakan antara PPOK dengan penyakit virus corona atau COVID-19. Apakah gejala kedua penyakit tersebut sama? 

Alasan Yordania dan Arab Saudi Justru Bantu Israel Lawan Serangan Udara Iran

"Kalau PPOK dia enggak ada demam. Yang paling bahaya adalah karena faktor usianya sama. Jadi, kalau COVID-19 semakin sepuh atau tua, angka mortalitasnya juga semakin tinggi," ujar Dokter Spesialis Paru, Konsultan Asma dan PPOK RSUP Persahabatan, dr. Budhi Antariksa, SpP (K), Ph.D, saat peluncuran @sepenuhnapas dari PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe), secara virtual, Rabu 18 November 2020. 

Sedangkan PPOK sendiri, menurut dokter Budhi, biasanya diderita pada orang-orang yang usianya sudah menginjak di atas 50 tahun. Jika penderita PPOK terinfeksi COVID-19, kemungkinan meninggalnya juga tinggi. 

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Akan tetapi pada PPOK, harusnya gejalanya tidak seperti orang COVID-19. Orang COVID-19 biasanya disertai dengan batuk, tapi kebanyakan tidak berdahak. Lalu ada demam, lalu ada nyeri ototnya, gangguan penciuman, ada beberapa yang terjadi diare atau sakit perut, ada juga yang terjadi infeksi di saluran kemih atau kencing," tutur dia. 

Lebih lanjut, Budhi menjelaskan, pada PPOK hanya terbatas pada daerah pernapasan saja. Dan jika sesak napasnya stabil, dalam arti tidak terjadi perubahan yang hebat, kemungkinan tidak disertai dengan COVID-19. 

"Akan tetapi karena ini zamannya COVID-19, kita juga mesti hati-hati apakah itu memang ada atau tidak. Biasanya kita lakukan PCR Swab dan tentunya pemeriksaan lab dan rontgen kembali," kata dia. 

Budhi pun turut memberikan saran bagi orang-orang yang menderita PPOK, agar tetap aman di masa pandemi ini. 

"Tetap di rumah saja dan tetap lakukan protokol 3M. Karena sangat riskan sekali untuk orang PPOK itu kalau terkena COVID-19," ujar dr. Budhi Antariksa.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya