Perokok Usia 40 Tahun Berisiko Idap Penyakit Mematikan Ini

Ilustrasi jantung
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Penyakit diseksi aorta atau robekan aorta merupakan kondisi ketika lapisan dalam pembuluh darah aorta mengalami robek dan terpisah dari lapisan tengah dinding aorta. Sebagian besar, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri dada. 

Kolesterol Hingga Diabetes Bermunculan Usai Lebaran? Dokter Ungkap Penyebab dan Cara Atasinya

Diseksi aorta tidak bisa dianggap sepele. Sebab, menurut Dokter Jantung Spesialis Intervensional Kardiologi dan Vaskular, dr. Suko Adiarto, SpJP(K), angka kematian penyakit ini sangat tinggi. 

"Kejelian dari dokter untuk mengenali penyakit ini sangat penting. Karena angka kematiannya diseksi aorta ini sangat tinggi. Dalam 30 hari, 50 persen pasien meninggal. Sebaliknya, jika ditangani dengan baik, angka kematiannya bisa turun secara signifikan," ujarnya saat Media Gathering Heartology Cardiovasular Center, yang digelar virtual, Rabu 10 Februari 2021. 

Pengurangan Bahaya Tembakau, Alternatif bagi Perokok Dewasa Beralih dari Kebiasaannya

Dokter Suko menambahkan, orang-orang atau kondisi yang berisiko menderita diseksi aorta ini, salah satunya adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi yang sudah lama tidak terkontrol. 

"Jadi, ada keluhan atau tidak harus dikontrol. Salah satunya untuk menghindari komplikasi akibat hipertensi yang lama, yaitu diseksi aorta," kat dia. 

5 Penyakit yang Sering Mengintai Usai Lebaran, Jangan Terlena Makan Opor dan Kue Kering!

Selain hipertensi, perokok dan orang yang memiliki penyakit kelainan bawaan juga berisiko terkena robekan aorta. 

"Yang lain agak jarang. Dengan mengatasi hipertensi, merokok dan kokain saja, kita sudah bisa mengurangi kemungkinannya secara signifikan," kata dia. 

Dari segi usia, Suko menjelaskan, orang-orang yang terkena diseksi aorta biasanya mulai tinggi di usia 40 tahun. 

"Umur yang terkena mulai tinggi di usia 40, tapi mengalami peningkatan sehingga maksimal terjadi pada kelompok usia 60-80 tahun," tuturnya. 

Menurut Suko, CT scan merupakan gold standar, atau dianggap sebagai diagnostik paling baik untuk menentukan penyakit diseksi aorta ini. 

"Kita juga bisa menggunakan ekokardiografi. Ini sebenarnya USG, yang biasa digunakan untuk ibu hamil, ginjal, ini juga bisa digunakan untuk jantung dan pembuluh darah. Dan kita bisa memvisualisasi dengan baik ketika terjadi robekan aorta atau diseksi aorta," kata dia. 

Karena tergolong penyakit mematikan, Suko menyarankan, jika merasakan gejala nyeri dada berat yang tidak jelas diagnosisnya, maka anggaplah sebagai diseksi aorta. 

"Kalau ada keluarga atau teman yang mengalami nyeri dada berat tapi tidak jelas diagnosisnya, maka berpikirlah kalau itu di antaranya adalah penyakit yang disebabkan oleh diseksi aorta. Kalau kita miss, maka kesempatan untuk tertolong akan semakin kecil," ujarnya. 

Di sisi lain, Dokter Bedah Jantung dan Vaskular, Spesialis Thoraks, Kardiak dan Vaskular, Dr. Dicky Aligheri Wartono, SpBTKV(K), mengatakan operasi hybrid, adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan pasien diseksi aorta. 

Dalam ruang diskusi yang sama, dokter Dicky turut menjelaskan beberapa manfaat jika dilakukan operasi hybrid pada pasien penyakit ini. 

"Pertama, tindakan diagnostik, intervensi dan pembedahan pada saat yang sama. Kemudian, tingkat keamanan dan hasil klinisnya juga lebih baik. Manfaat lainnya, mencegah penundaan tindakan, pemulihan lebih cepat dan juga efektivitas biaya," kata dr. Dicky.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya