Efektivitas Vaksin COVID-19 AstraZeneca Lebih Rendah, Ini Kata Ahli

Ilustrasi vaksin COVID-19
Sumber :
  • Pixabay/pearson0612

VIVA – Vaksin COVID-19 AstraZeneca diketahui telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorized (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), hari ini. Pemberian izin penggunaan darurat dari BPOM RI ini merujuk dari evaluasi keamanan, khasiat dan mutu.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Untuk evaluasi Keamanan, berdasarkan data hasil uji klinik yang disampaikan, pemberian Vaksin AstraZeneca 2 dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subjek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Dari evaluasi khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi, baik pada populasi dewasa maupun lanjut usia.

Efikasi vaksin dengan 2 dosis standar yang dihitung sejak 15 hari pemberian dosis kedua hingga pemantauan sekitar 2 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,10 persen. Terkait dengan efikasi yang lebih rendah dibanding vaksin Sinovac yakni sebesar 65 persen, spesialis penyakit paru, dari RSUP Persahabatan, dr. Erlina Burhan, M,Sc. SpP (K) angkat bicara.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Dia menjelaskan bahwa efikasi dari vaksin AstraZeneca sebesar 62,10 persen tersebut masih dalam rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Uji klinis di beberapa negara sama juga dengan Sinovac di Turki 90 persen di Brazil 74 persen di Indonesia 65 persen. Astrazeneca juga demikian 60-80 persen, tetapi 60-80 persen ini tidak usah khawatir karena ini sudah memenuhi rekomendasi WHO. WHO merekomendasikan kalau vaksin efikasinya di atas 50 persen itu sudah memenuhi kriteria rekomendasi makanya BPOM mengeluarkan EUA," kata dia dalam acara virtual conference Kupas Tuntas Persiapan Menuju Era Post COVID yang digelar Kalbe, Selas 9 Maret 2021.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Lebih lanjut, Erlina juga menjelaskan bahwa dengan datangnya 1.113.600 dosis vaksin AstraZeneca bisa menjadi variasi vaksinasi yang bisa dipilih masyarakat selain vaksin Sinovac. Selain itu, yang terpenting juga dengan adanya ini juga dapat mencapai herd immunity.

"Karena kalau herd immunity tidak dicapai maka siklus penularan akan terus terjadi. Sementara kita perlu ini (vaksinasi) cepat agar banyak rakyat Indonesia divaksin. Jadi merambah ke kelompok lainnya jangan hanya tenaga kesehatan dan lansia yang lainnya juga perlu, sementara ketersediaan Sinovac juga masih terbatas," jelas Erlina.

Efektivitas vaksin yang ada untuk mutasi virus B117

Di sisi lain, Erlina menjelaskan untuk sejumlah vaksin yang telah tersedia di tanah air seperti Sinovac dan AstraZeneca juga dianggap masih efektif untuk mencegah varian virus tersebut.

Dijelaskannya, mutasi terjadi perubahan susunan materi genetik di satu titik tertentu kalau dihubungkan dengan vaksin. Vaksin ini bekerja di  beberapa titik targetnya beberapa titik, jika ada satu titik yang tidak bisa menjadi targetnya tidak masalah.

"Asalkan di tempat lainnya bisa jadi hingga saat ini belum mempengaruhi efikasi dari atau efektivitas dari vaksin mungkin sedikit berpengaruh berkurang tapi tidak sampai kurang sehingga tidak bisa direkomendasikan," jelas Erlina.

Namun, Erlina menjelaskan salah satu varian virus corona baru di Afrika Selatan (B.1.3.5.1) yang diuji cobakan varian itu terhadap vaksin Moderna, Pfizer, dan AstraZeneca, namun salah satu dari ketiga vaksin itu diketahui efikasi atau efektivitas dari vaksin itu.

"Salah satu diantaranya, menurun efikasinya menjadi 72 persen pada HIV negatif dan 49 persen pada HIV positif. Pengaruhnya justru pada kondisi pasien yang HIV tapi yang imunokompeten tidak masalah," jelas dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya