Heboh Serda Aprilia Manganang Idap Hipospadia, Bisakah Dicegah?

VIVA Militer: Serda TNI Aprilia Manganang
Sumber :
  • Twitter/@resti_raya

VIVA – Nama mantan pevoli putri nasional, Aprilia Manganang masih hangat diperbincangkan lantaran kasusnya yang cukup jarang terjadi. Kondisi kelainan reproduksi yang dialaminya atau disebut dengan hipospadia, membuatnya benar-benar mengenali identitasnya saat ini.

KPK Ungkap Kisaran Nilai Proyek Pengadaan Barang di Rumah Dinas DPR RI yang Seret Nama Sekjen

Dikenal sebagai atlet voli putri, nyatanya selama ini Aprilia Manganang adalah seorang pria tulen. Hal itu terungkap saat dirinya masuk sebagai anggota TNI, yang kini dikenal dengan sebutan Serda Aprilia Manganang.

Pengakuan ini diungkapkan langsung oleh KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa di kantornya, Selasa 9 Maret 2021. Jenderal Andika menyebut, fakta tersebut didapat setelah Manganang selesai melakukan pemeriksaan medis pada Februari 2021 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

KPK Cegah 3 Orang Kasus Korupsi Lahan Jalan Tol pada PT Hutama Karya, Siapa Dia?

"Serda Aprilia ini punya kelainan pada sistem reproduksinya sejak lahir. Kelainan ini kita ketahui dengan istilah hipospadia," ucap Andika.

Menurut Jenderal TNI Andika, Aprilia Manganang ini tidak seberuntung kita semua. Sebab, saat dilahirkan ia memiliki kelainan pada sistem reproduksinya. Dalam terminologi kesehatan disebut Hipospadias.

Ada Pemain Timnas Indonesia, Ini 5 Atlet Berstatus Anggota TNI

"Anak ini dilahirkan dengan kelainan sistem reproduksinya dan kebetulan masuk dalam kategori 10 persen yang kasusnya serius," ucap Jenderal TNI Andika.

Apa itu hipospadia?
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Spanyol, Hipospadia merupakan cacat lahir yang terjadi pada anak laki-laki, di mana pembukaan uretra tidak terletak di ujung penis. Terkadang, kasusnya juga berupa penis yang melengkung.

Pada anak laki-laki yang menderita kelainan ini, uretra terbentuk secara tidak normal selama minggu ke-8 sampai 14 kehamilan. Pembukaan abnormal terbentuk di mana saja dari tepat di bawah ujung penis hingga skrotum.

Mereka mungkin memiliki masalah dengan penyemprotan urine yang tidak normal dan harus duduk ketika buang air kecil. Bahkan, pada beberapa penderitanya, testis belum sepenuhnya turun ke dalam skrotum.

Faktor risiko
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti CDC telah melaporkan temuan penting tentang beberapa faktor yang mempengaruhi risiko melahirkan bayi laki-laki dengan hipospadia. Berikut tiga faktor yang paling berisiko.

Usia dan berat: Ibu yang berusia 35 tahun atau lebih dan dianggap obesitas memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Perawatan kesuburan: Wanita yang menggunakan teknologi reproduksi berbantuan untuk membantu kehamilan memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Hormon tertentu: Wanita yang mengonsumsi hormon tertentu sebelum atau selama kehamilan terbukti memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan hipospadia.

Pencegahan
Dengan mengenali faktor risiko tersebut, maka beberapa hal tentu perlu diwaspadai terkait kerentanan genetik ditambah paparan lingkungan terhadap pengganggu endokrin. Strategi untuk mencegah hipospadia harus difokuskan pada dua hal. Pertama, mengidentifikasi kerentanan genetik sebelum kehamilan.

Kedua, mengidentifikasi dan menghilangkan paparan potensi gangguan endokrin toksik yang mempengaruhi perkembangan uretra, begitu menurut laporan peneliti di laman Science Direct.

Sementara itu, menurut laman Drgreene, Seringkali hipospadia tidak dapat dicegah. Namun, faktor risiko yang ditemukan CDC bisa menjadi acuan seperti menghindari paparan estrogen dan pengganggu endokrin seperti dioksin, PCB dan DDT.

Serta menghindari dari beberapa pestisida lain dapat mencegah beberapa kasus. Banyak bahan kimia, terutama pestisida dan plasticizer, diduga mengganggu endokrin berdasarkan penelitian pada hewan secara terbatas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya