Antisipasi Mutasi COVID-19, Pakar: Cegah Penularannya

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/tirachardz

VIVA – Mutasi pada virus corona jenis baru kian bervariasi dan ditemukan di berbagai negara. Beragam mutasi COVID-19 ini membuat karakterisasi virus banyak berubah, mulai dari mudahnya penularan hingga penurunan efektivitas vaksin yang telah dikembangkan.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Dituturkan Anggota Tim Advokasi Vaksin Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr dr Erlina Burhan MSc SpP(K), mutasi merupakan hal yang wajar terjadi pada virus. Mutasi yang sering terjadi hingga memicu perubahan, disebut sebagai varian baru. Meski begitu, masyarakat diminta tak lengah agar mutasi bisa diredam sehingga pandemi COVID-19 perlahan mulai mereda.

"Satu hal yang saya ingatkan, kalau kita tidak mau banyak mutasi, maka kita cegah penularan di populasi," kata Erlina, dalam acara virtual yang digagas oleh Imboost, baru-baru ini.

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

Menurut dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan itu, virus yang kerap bermutasi dan melakukan replikasi di tubuh, membuatnya lebih mudah berkembang biak. Kondisi tersebut menimbulkan terjadinya infeksi secara berulang-ulang.

Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu menyebut bahwa terdapat tiga varian baru yang saat ini perlu diperhatikan. Pertama, B117 yang ditemukan di Inggris dan kini sudah masuk ke Indonesia sejak bulan Maret lalu. Perhatian diberikan lantaran virus ini dinilai lebih menular.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Kedua, B1351 yang ditemukan di Afrika Selatan dan dianggap lebih menular serta menurunkan efikasi vaksin. Terakhir, ada varian B1 yang ditemukan di Brazil, di mana terbukti mempermudah transmisi, menurunkan efikasi vaksin, hingga menimbulkan keparahan gejala.

"Berbagai jenis vaksin dengan B1351, sebut saja vaksin novavax, efikasinya menurun 49 persen pada orang-orang yang memiliki varian B1351 serta HIV positif. Sementara, pada yang negatif HIV, (efikasi) atas 50 persen yaitu 57 persen. Vaksinnya juga dicoba pada yang kondisi lain, memang ada penurunan (efikasi)," tutur Erlina.

Patuhi 5M 

Senada, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Husada Utama, Dr. dr. Gatot Soegiarto, Sp.PD-KAI, FINASIM, mengatakan bahwa varian baru dari Afrika Selatan memang terbukti mengalami penurunan efikasi vaksin. Meski masih di atas angka yang direkomendasikan, namun hal ini perlu menjadi pengingat bagi masyarakat agar tetap waspada.

"Kalau bisa jangan biarkan virus masuk ke tubuh. Selama dia enggak masuk, dia enggak punya kesempatan untuk mutasi dan replikasi," tutur Gatot.

Erlina pun menambahkan agar masyarakat tak perlu khawatir dengan kehadiran mutasi COVID-19 selama menjalani protokol kesehatan 5 M yakni menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, dan menjauhi kerumunan.   

"Mutasi jangan ditutupi (pemerintah) dan edukasi terkait dampaknya ke masyarakat. Kita upayakan preventif untuk mengurangi transmisi yakni 5M dan meningkatkan imunitas walau sudah divaksinasi," ujar Erlina.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya