Kata Konsultan Kesehatan Soal Ramai Produk Nestle Tak Sehat

Ilustrasi makanan bayi.
Sumber :
  • Pixabay/Ben_Kerckx

VIVA – Kabar terkait produk Nestle yang diklaim tak sehat, bahkan sebesar 60 persennya dinilai tidak baik untuk dikonsumsi, cukup menghebohkan masyarakat. Klaim untuk produk dari perusahaan asal Swiss itu diberikan oleh tim kesehatan di Australia.

Nestle Prancis Digugat karena Diduga Lakukan Proses Pengolahan Air Mineral Secara Ilegal

Di negeri kangguru itu, dokumen internal Nestle diungkap kepada publik yang diterima oleh Financial Times. Dari isi dokumen tersebut diketahui hanya 37 persen dari produk perusahaan mendapat peringkat di atas 3,5 dalam sistem peringkat kesehatan Australia.

Perhitungan itu tak termasuk untuk produk susu formula bayi, makanan hewan peliharaan dan nutrisi medis khusus. Sistem peringkat itu menilai produk makanan dengan memberi angka maksimal 5. Sementara, 3,5 merupakan ambang batas produk makanan yang sesuai dengan standar kesehatan.

Pengembangan Pendidikan Santri dan Tenaga Pengajar Sekolah Terbesar Jawa Tengah SMK Syubbanul Wathon

Perhitungan itu meliputi makanan dan minuman secara keseluruhan. Ada sekitar 70 persen produk Nestle gagal memenuhi ambang batas itu.

Hasil laporan tersebut pun juga disorot oleh Konsultan Kesehatan One Health Advocacy Incubator, Rodri Tanoto, Melalui akun twitternya @RodriChen.

Dokter Bagikan Daftar Makanan yang Sering Dikira Sehat, Namun Sebenarnya Tidak

"Minggu lalu, @Nestle kebakaran jenggot; dokumen internal mrk mengakui bhw 70% produk makanan, 96% produk minuman, dan 99% produk permen dan eskrim mrk merupakan makanan yg tidak sehat. Dan produk ultraproses tsb tdk akan bisa sehat, bgmnpun Nestlé berupaya mengubah resep mereka," tulis Rodri Tanoto dalam akun twitter.

Makanan ultra proses sendiri merupakan bagian dari makanan yang diproses. Yang membedakannya adalah produsen makanan menambahkan perisa, gula, lemak atau pengawet makanan berbahan kimia pada makanan ultra proses. Hal ini menjadi sorotan Rodri, dirinya menjelaskan bahwa makanan ultra proses adalah istilah kiwari terkait panganan tidak sehat.

"Ultra Proses" adlh istilah kiwari terkait pangan tdk sehat. Sdh lama dunia gizi & kesehatan menggolongkan pangan berdasar komponen utama & saran porsi, spt yg dikenal di Indonesia sbg Isi Piringku. Nmn perilaku industri pangan menunjukkan bhw perhatian kpd processing jg penting," cuit Rodri.

Pangan ultra proses dijelaskannya, didesain sedemikian rupa sehingga enak, praktis dan cuan, karena selisih biaya dan harga jual yang besar. Pangan ultraproses ini kata dia terbukti meningkatkan risiko penyakit tidak menular dan kematian.

Istilah makanan ultra proses sesungguhnya relatif baru. Pada 2016, Carlos Monteiro, seorang ahli gizi dari Brasil, membuat sistem penggolongan makanan sesuai tingkat pengolahannya yang disebut NOVA food groups. Kini, sistem NOVA food groups banyak digunakan dalam industri makanan.

"Membagi pangan menjadi diproses vs tidak diproses, alami vs "mengandung bahan kimia", jls tdk membantu, krn hmpr semua produk pangan tlh mengalami pemrosesan. Krn itu, Monteiro, dkk membuat penggolongan pemrosesan pangan yg disebut NOVA (bukan singkatan). Klasifikasi pemrosesan pangan NOVA tdk termasuk proses yg terjadi di dapur saat menyiapkan bahan pangan tsb; hny termasuk proses yg terjadi sblm bahan tsb diolah di dapur rumah atau restoran. Bahan pangan tsb bs lsg dimakan maupun diolah terlebih dahulu di dapur," cuit Rodri.

Rodri Tanoto pun menjelaskan lebih lanjut, makanan ultra proses terbagi menjadi empat golongan. Untuk pangan golongan pertama yakni panganan tidak diproses atau diproses minimal seperti dikeringkan, digiling, direbus, dibekukan, atau difermentasi tanpa penambahan seperti gula, garam, minyak.

"Pemrosesan hny bertujuan utk memudahkan penyimpanan atau mencegah pembusukan. Cth: buah, sayur, jus, tepung, pasta, kopi," lanjut tweet Rodri.

Untuk panganan golongan dua, semua bahan yang diproses menjadi produk untuk memasak atau memberi bumbu pada masakan termasuk ke dalam golongan ini. Sebagian besar dari bahan-bahan ini tidak mengandung zat aditif, kecuali zat-zat yang digunakan untuk menjaga sifat bahan aslinya.
 
"Gol 2: bahan yg diambil dr alam atau diolah dr Gol 1, hmpr tdk pernah dikonsumsi apa adany. Biasanya, Gol 2 dipakai utk mengolah pangan Gol 1 shg lbh mudah dinikmati, yaitu berupa garam, gula, minyak, mentega, maizena. Kombinasi 2 Gol 2, spt salted butter msh trmsk gol ini," bunyi tweet selanjutnya.

Lebih lanjut dijelaskan Rodri untuk golongan tiga ini umumnya terbuat dari dua atau tiga bahan yang berasal dari kombinasi makanan dalam golongan 1 dan dua. Dalam golongan makanan ini, pengolahan makanan maupun penambahan zat aditif ditujukkan untuk menjaga kualitas bahan makanan asli, mencegah kontaminasi kuman, memodifikasi atau membuatnya menjadi lezat.

"Gol 3 adlh pangan sederhana yg menambahkan 1-2 Gol 2 ke dalam Gol 1, shg biasanya bahannya terdiri dr 2-3 bahan. Contoh gol 3 adlh buah kalengan, daging asap, keju, dan roti. Zat tambahan spt pengawet yg tdk mengubah sifat makanan tsb msh dibolehkan," cuit Rodri.

Untuk golongan empat, makanan ultra-proses berada. Secara umum, makanan dalam golongan ini hanya sedikit sekali atau bahkan tidak mengandung bahan makanan dari kelompok 1. Ciri lainnya adalah tinggi gula, garam, dan lemak, serta mengandung pemanis buatan, pewarna, penstabil warna, perisa, penguat rasa, pengemulsi, dan pengawet. Proses pembuatannya pun sepenuhnya menggunakan mesin.

"Gol 4, atau pangan ultraproses, adlh produk formulasi industri yg tdk mgkn ditiru di dapur biasa, terdiri atas >5 bahan, terutama garam, gula, minyak, lemak, pewarna, pengawet, anti gumpal, bhkn bhn Gol 2 yg jrg dipakai di dapur biasa, spt laktosa, whey, gluten, maltodekstrin," kata dia.

Rodri menambahkan, "Pangan ultraproses didesain sedemikian rupa spy menyerupai pangan gol 1, namun lbh praktis, enak, dan murah. Cthny, es krim, cokelat, permen, margarin, biskuit, cake, sereal, minuman energi, soda, sufor, sosis, burger, mi instan, pizza beku, produk diet bubuk. Bhkn, gol 1 & 3, kl diberi tambahan yg bersifat "mempercantik" atau "menguatkan rasa" spt roti dgn emulsifier, teh dgn pemanis buatan, digolongkan sbg pangan ultraproses. Intiny, pangan ultraproses didesain utk menggantikan pangan gol 1 atau 3, nmn lbh praktis, enak, dan murah," lanjut tweetnya.

Dijelaskan oleh Rodri, hingga saat ini belum ada riset yang membuktikan bahan tambahan pangan berbahaya, bahkan glutamat.

"Blm ada riset yg membuktikan BTP berbahaya. Bhkn glutamat. MSG berbahaya spt halny garam dapur; Natrium & Hipertensi. Mslh dr BTP, gula, garam, minyak adlh membuat candu pangan ultraproses. Jd, tujuan penambahan BTP itu sndr yg berbahaya, bukan BTP-nya," tulis dia.

Terkait dengan hal ini, Rodri Tanoto pun memberikan sejumlah rekomendasi pertama untuk memperbanyak mengonsumsi makanan golongan pertama terutama nabati. Kedua, masyarakat disarankan untuk mengonsumsi gula, garam dan lemak secukupnya yang mana gula disarankan empat sendok (50 gram) per hari, 1 sendok teh (2 gram) garam per hari dan 5 sendok makan lemak yang setara 67 gram per hari.

Ketiga untuk mengurangi konsumsi panganan golongan ketiga. Keempat untuk menghindari konsumsi panganan golongan keempat.

"Ya kalau sekali-kali, gak papa makan ultra processed junk food," kata dia.

Rodri pun menjelaskan bahwa hal ini bukan hanya masalah pada Nestle saja. Melainkan masalah dengan semua industri pangan.

"Just in case (2), ini bukan hanya masalah Nestlé. Ini masalah dgn semua industri pangan, apalagi the Big 10. Akan dibahas lebih lanjut terkait Determinan Komersial Kesehatan terkait Industri pangan di utas lain," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya