Obat Ini Diklaim Mampu Turunkan Risiko Kematian COVID-19

Ilustrasi obat COVID-19.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Baru-baru ini perusahaan obat Amerika Serikat, Regeneron menciptakan sebuah pengobatan terbaru untuk pasien COVID-19. Perawatan yang merupakan campuran antibodi itu bahkan telah terbukti menurunkan risiko kematian pada pasien COVID-19 yang sakit parah.

Selain itu, pengobatan tersebut juga memiliki kemungkinan pasien yang perlu dipasang ventilator juga berkurang, demikian juga dengan durasi rawat inap para pasien di rumah sakit.

Dilansir dari laman The Sun, uji coba itu melibatkan hampir 10.000 pasien Inggris yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 dipilih secara acak untuk menerima perawatan biasa ditambah pengobatan kombinasi antibodi, atau perawatan biasa saja.

Dari jumlah tersebut, sekitar sepertiganya seronegatif, artinya mereka tidak memiliki respons antibodi alami sendiri. Setengahnya seropositif, artinya mereka telah mengembangkan antibodi alami terhadap virus, dan seperenam tidak memiliki serostatus yang diketahui.

Untuk pasien yang tidak memiliki respons antibodi, pengobatan mengurangi kemungkinan mereka meninggal dalam 28 hari hingga seperlima, dibandingkan dengan perawatan biasa saja. Untuk setiap 100 pasien seperti itu yang diobati dengan kombinasi antibodi, akan ada enam kematian yang lebih sedikit, para peneliti menghitung.

Profesor kedokteran dan epidemiologi di Nuffield Department of Population Health, University of Oxford, dan kepala penyelidik gabungan, Sir Martin Landray mengatakan alih-alih 30 persen meninggal, hanya 24 persen saja meninggal.

"Jadi jika Anda memikirkannya secara berbeda, untuk setiap 100 pasien yang diberi infus intravena, kami akan menyelamatkan enam nyawa," kata dia.

Durasi rawat inap di rumah sakit empat hari lebih pendek dari kelompok perawatan biasa, dan proporsi pasien yang dipulangkan pada hari ke-28 lebih besar yakni 64 persen vs 58 persen.

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

Para peneliti juga menemukan bahwa perawatan tidak membuat perbedaan pada pasien yang telah memasang respons antibodi mereka sendiri pada saat penelitian dimulai. Selain itu pada awal penelitian para peneliti juga menemukan bahwa mereka yang tidak memiliki antibodi lebih mungkin meninggal dengan perawatan biasa dibandingkan mereka yang memiliki antibodi.

Kematian 28 hari mereka dua kali lebih tinggi - 30 persen dibandingkan dengan 15 persen. Oleh karena itu, obat ini akan membantu mereka yang paling membutuhkan.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

“Ini adalah pengobatan antivirus yang digunakan di kemudian hari karena pasien ini parah, mereka dirawat di rumah sakit dan memiliki dampak yang jelas pada kelangsungan hidup, dan pada hasil lainnya. Jadi dengan sendirinya, ini adalah hasil yang penting karena pasien ini termasuk pasien yang paling sakit, dan di sini kami sekarang memiliki perawatan yang tidak kami miliki sebelumnya," kata dia.

Di sisi lain, profesor penyakit menular yang muncul di Departemen Kedokteran Nuffield, Universitas Oxford, dan kepala penyelidik bersama untuk uji coba pemulihan, Peter Horby mengatakan bahwa hasil ini sangat menarik.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

“Sungguh luar biasa mengetahui bahwa bahkan pada penyakit COVID-19 lanjut, menargetkan virus dapat mengurangi kematian pada pasien yang gagal memasang respons antibodi mereka sendiri.”

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Bawaslu RI mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024