Gejala COVID-19 Varian Delta Berbeda, Ini yang Perlu Diperhatikan

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Varian delta COVID-19 diketahui telah menyebar ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pada Rabu kemarin, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan varian tersebut telah terdeteksi di lebih dari 80 negara dan terus bermutasi saat menyebar.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Penelitian telah menunjukkan varian delta ini bahkan lebih menular daripada varian lainnya. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa data menunjukkan varian delta sekitar 60 persen lebih menular daripada varian alpha (sebelumnya dikenal sebagai varian Inggris atau Kent yang jauh lebih menular daripada versi asli virus corona), dan lebih mungkin menyebabkan risiko kenaikan rawat inap, seperti yang terlihat di negara-negara seperti Inggris.

Pejabat WHO mengatakan, ada laporan bahwa varian delta juga menyebabkan gejala yang lebih parah, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi kesimpulan tersebut. Namun, ada tanda-tanda bahwa varian delta dapat memicu gejala yang berbeda untuk diwaspadai terkait COVID-19.

Salat Id di Masjid Agung Al-Azhar, JK Ngaku Senang Lebaran Kali Ini Ramai

Apa yang harus diperhatikan?

Selama pandemi, pemerintah di seluruh dunia telah memperingatkan bahwa gejala utama COVID-19 adalah demam, batuk terus-menerus dan kehilangan rasa atau penciuman.

2 Keuntungan Bisa Didapat Konsumen dari Konsep Ini

Namun, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC Amerika) telah menjabarkan gejala terbaru, misalnya kelelahan, nyeri otot atau tubuh, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah dan diare sebagai kemungkinan gejala infeksi.

Tetapi varian delta tampaknya memicu berbagai gejala yang berbeda, menurut para ahli. Demikian dilansir dari CNBC, Sabtu, 19 Juni 2021.

Seorang profesor epidemiologi genetik di King's College London, Tim Spector menjalankan studi Zoe COVID Symptom, sebuah studi berbasis di Inggris yang memungkinkan masyarakat untuk memasukkan gejala COVID mereka pada sebuah aplikasi agar para ilmuwan bisa menganalisis data itu.

“Ini lebih seperti flu yang buruk pada populasi yang lebih muda ini dan orang-orang tidak menyadarinya dan itu belum ditemukan dalam informasi pemerintah mana pun. Gejala nomor satu adalah sakit kepala, kemudian diikuti oleh sakit tenggorokan, pilek dan demam," kata Tim.

Dia menambahkan gejala COVID-19 seperti batuk dan kehilangan penciuman jauh lebih jarang sekarang, dengan orang yang lebih muda mengalami lebih banyak pilek.

Menjadi perhatian

Minggu ini, varian delta diklasifikasikan kembali sebagai "varian yang menjadi perhatian" oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, berdasarkan bukti yang semakin banyak bahwa varian delta menyebar lebih mudah dan menyebabkan kasus yang lebih parah jika dibandingkan dengan varian lain, termasuk B. 1.1.7 (alpha).

Mantan komisaris Food and Drug Administration AS, Dr. Scott Gottlieb mengatakan, varian delta kemungkinan akan mendominasi penulran COVID-19 di negara itu dan dapat meningkatkan epidemi baru menuju musim gugur.

Di sisi lain, program vaksinasi COVID-19 diharapkan dapat menghentikan penyebaran varian delta, sehingga perlombaan terus dilakukan untuk melindungi masyarakat yang mungkin belum sepenuhnya divaksinasi.

Analisis dari Public Health England yang dirilis pada minggu lalu menunjukkan bahwa dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech atau Oxford-AstraZeneca COVID-19 sangat efektif mencegah perburukan COVID-19 varian delta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya