Dear Perokok, Kalau Kena COVID-19 Paru-parumu Akan Rusak Parah

ilustrasi rokok
Sumber :
  • pixabay/tel15202

VIVA – Perokok adalah salah satu kelompok yang rentan terinfeksi virus corona atau COVID-19. Bahkan jika sudah terinfeksi, gejala yang dialami atau derajat keparahannya jauh lebih berat dibanding mereka yang tidak merokok. 

Bergerak Cepat, Bea Cukai Kudus Kembali Temukan Dua Bangunan Tempat Produksi Rokok Ilegal

Seperti diketahui, COVID-19 bisa menimbulkan gejala yang ringan hingga berat, bahkan fatal. Dan kelompok orang yang berisiko tinggi untuk mengalami gejala COVID-19 yang parah, antara lain lansia, mereka yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta, penderita obesitas, termasuk perokok. 

Spesialis penyakit dalam, dr. Adityo Susilo, SpPD, KPTI, FINASIM, bahkan menyebutkan, pada pasien yang sudah merokok sejak lama, akan mengalami komplikasi penyakit. 

Pengakuan Chandrika Chika ke Ibunya: Gak Tau Vape yang Dihisap Ada Narkobanya

"Kita mengenal satu komplikasi adalah PPOK (penyakit paru obstruktif kronis). Jadi, kita sudah bisa mengetahui secara risiko, bagaimana rokok itu bisa menimbulkan kerusakan di paru-paru itu sendiri," ujarnya dalam tayangan Hidup Sehat tvOne, Kamis 24 Juni 2021. 

Lebih lanjut Adityo menjelaskan, pada dasarnya pasien dengan perokok aktif, paru-parunya sudah mengalami gangguan struktural karena rokok. Dan akan lebih parah jika terinfeksi COVID-19. 

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Yang kita tahu COVID-19 juga punya target organ di paru-paru, maka bisa dibayangkan dampak yang dihasilkan tentu bisa lebih eskalasi. Dibandingkan dengan mereka-mereka yang punya modal paru-parunya betul-betul baik karena tidak merokok," pungkasnya. 

Oleh karena itu, Adityo mengatakan, pada pasien COVID-19 yang sebelumnya adalah perokok aktif, risiko-risikonya akan jauh lebih berat atau tinggi. 

"Jadi, pada pasien yang merokok kemudian kena COVID-19, kita tidak kaget kalau dari publish paper yang ada, memang risiko-risiko untuk terjadi sendiri memang lebih tinggi," kata dr. Adityo Susilo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya