Diklaim Obati Covid, Prof Zubairi: Kelebihan Vitamin D Malah Bahaya

kekurangan vitamin D
Sumber :
  • vstory

VIVA – Ketua Satuan Gugus Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban menyoroti klaim vitamin D sebagai obat atau pencegahan COVID-19. Menurutnya, banyak hal yang perlu dikaji untuk menemukan bukti kaitan keduanya. 

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Telah diklaim bahwa vitamin D adalah pengobatan atau pencegahan untuk penyakit Covid-19. Mungkin saja. Semua kemungkinan terbuka dari studi-studi yang dilakukan dan saya akan selalu mendukung studi-studi tersebut. Tapi, memang belum ada cukup bukti untuk memastikannya," tulisnya di akun Twitter @ProfZubairi, dikutip Senin 12 Juli 2021.

Dituturkan Prof Zubairi, vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak dan diperlukan untuk kesehatan tulang, gigi, dan sistem kekebalan tubuh. Vitamin ini diketahui sudah ada di dalam tubuh dan mampu diproduksi tubuh dari sinar matahari yang diserap kulit.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Jadi, untuk wilayah yang telah mendapat sinar matahari cukup sepanjang tahun, biasanya orang-orangnya tidak kekurangan vitamin D," tambahnya.

Sebaliknya, untuk wilayah yang kurang mendapat sinar matahari, biasanya disarankan mengonsumsi suplemen vitamin D seperti di negara empat musim. Prof Zubairi menyebut bahwa di Inggris misalnya, ketika jelang musim dingin, warganya akan disarankan mengonsumsi vitamin D. Bahkan, khusus musim dingin kemarin, pemerintahnya memberikan suplemen vitamin D secara gratis untuk orang-orang yang berisiko tinggi terhadap COVID-19.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Lantas, apakah berarti vitamin D bisa mencegah kita terinfeksi COVID-19?

Tim peneliti Universitas Northwestern pernah menemukan hubungan antara kekurangan vitamin D dengan infeksi virus corona. Mereka juga menyatakan, pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian COVID-19 yang tinggi diketahui memiliki kadar vitamin D yang rendah.

"Butuh penelitian lebih lanjut. Sebab, ada perbedaan kualitas perawatan kesehatan, tingkat tes, usia populasi, atau jenis virus korona yang tak sama di tiap negara," kata Zubairi.

"Intinya belum cukup data untuk bisa bilang bahwa vitamin D dapat cegah seseorang terinfeksi COVID-19," imbuh dokter spesialis penyakit dalam itu.

Lebih dalam, Prof Zubairi menjelaskan, yang menjadi topik hangat belakangan ini adalah hasil penelitian di India yang dimuat beberapa surat kabar di sana. Salah satunya National Herald India dengan judul: Vitamin D shows promising results in COVID-19 treatment: PGI doctors.

Tim dokter di India itu, lanjutnya, menyatakan studi mereka membuktikan pemberian vitamin D mungkin sekali bermanfaat sebagai bagian dari pengobatan COVID-19. Namun, mereka juga bilang, pemberian vitamin D sebelum diagnosis tidak memengaruhi hasil pengobatan terhadap pasien.

"Artinya, vitamin D yang dikonsumsi sebelum pasien terdiagnosis COVID-19 dibanding dengan pasien yang tidak mengonsumsi, ternyata sama saja hasilnya," terangnya.

Bahkan, penelitian juga memuat, kalau dosis vitamin D itu terlalu banyak, ditemukan toksisitas sebagai efek samping. Memang, Prof Zubairi mengakui secara teori pemberian tambahan vitamin D sebesar 10-25 mikrogram tiap hari bisa memproteksi pasien terhadap infeksi akut saluran napas.

"Betul. Tapi tetap belum cukup bukti untuk mencegah penyakit COVID-19. Dari poin-poin tadi, saya memandang belum ada cukup bukti bahwa vitamin D mencegah seseorang terinfeksi COVID-19. Begitu juga untuk pengobatannya," tambahnya.

Bahkan FDA (Food Drug Administration), kata Prof Zubairi, tidak mengeluarkan izin untuk vitamin D sebagai bagian dari pengobatan COVID-19. Kesimpulan yang diambil oleh prof Zubairi yakni masih sulit mengetahui apakah vitamin D bisa mencegah dan mengobati COVID-19. 

"Hasil beberapa penelitian belum konsisten. Tapi, asupan vitamin D ya tetap penting, namun bukan dalam rangka mengobati COVID-19," tegasnya.

Terakhir, Prof Zubairi menegaskan, lebih banyak vitamin D dalam tubuh juga bukan berarti lebih baik. Sebab, vitamin ini kan larut dalam lemak.

"Sehingga ada risiko kelebihan suplemen yang dapat menyebabkan toksisitas. Pun, meningkatkan daya tahan tubuh itu bisa dilakukan dengan cara lain. Tidak cuma konsumsi suplemen vitamin D," ujar Zubairi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya