Hati-hati, Ini Kelompok Rentan Reinfeksi COVID-19

Ilustrasi virus corona.
Sumber :
  • Freepik/pikisuperstar

VIVA – Tak sedikit seseorang yang telah terinfeksi COVID-19, namun memiliki kemungkinan akan mengalami infeksi lagi setelah dinyatakan sembuh. Fenomena ini kerap dijumpai dan dinamai reinfeksi COVID-19. Bagaimana penjelasan ahli?

“Reinfeksi COVID-19 terjadi ketika seseorang yang sudah sembuh dari infeksi virus corona terinfeksi lagi oleh struktur virus corona yang berbeda dengan infeksi virus corona sebelumnya,” ujar Dokter Spesialis Penyakit Dalam Primaya Evasari Hospital, dr. Yoga Fitria Kusuma, Sp.PD, dalam keterangannya, Rabu, 14 Juli 2021.

Perbedaan reinfeksi dan repositif

Ia menambahkan bahwa reinfeksi berbeda dengan repositif atau reaktivasi, yakni kondisi ketika virus corona yang masih tersisa di tubuh menginfeksi orang itu lagi atau artinya infeksi disebabkan oleh virus dengan struktur yang sama.

Untuk membedakan antara reinfeksi dan repositif/reaktivasi, harus ada pengambilan sampel untuk mengurutkan genome (informasi genetik) virus.

“Pasien yang positif COVID-19 untuk kedua kalinya ditangani dengan cara sama ketika pertama kali positif,” ujar dr. Yoga.

Ia menambahkan bahwa sebuah penelitian di Nuffield Department of Medicine di University of Oxford, Amerika Serikat, menemukan banyak kasus reinfeksi COVID-19 kemungkinan besar adalah repositif.

Sebab, virus corona bisa menyebabkan infeksi dalam waktu lama dan struktur genome-nya membuat virus mampu bertahan di dalam tubuh. Virus ini pun bisa tak terdeteksi dalam tes dan siap untuk menyerang sekali lagi.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Namun, pada dasarnya reinfeksi COVID-19 jarang terjadi. Menurut penelitian di Public Health England Colindale di Inggris dan Statens Serum Institute di Denmark, orang yang pernah terinfeksi virus corona mendapat perlindungan hingga 80 persen dari infeksi kedua.

Ada pun dari penelitian di Denmark, perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen. Dengan demikian, mengacu pada hasil penelitian tersebut, kalangan lansia tergolong lebih berisiko mengalami reinfeksi.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Kelompok rentan reinfeksi

Analisis dari riset tersebut menunjukkan di antara orang yang positif pada gelombang COVID-19 pertama, sebanyak 0,65 persen positif kembali pada gelombang wabah kedua. Orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) juga lebih mungkin terkena infeksi kedua.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Menurut dokter Yoga, walaupun tubuh sudah mengembangkan sistem imun untuk melawan COVID-19, masih ada kemungkinan seseorang dapat reinfeksi.

Sebab, COVID-19 pun bisa berkembang atau bermutasi sehingga memiliki banyak varian dengan karakternya masing-masing. Menurut sejumlah penelitian, beberapa varian mampu melawan sistem imun manusia.

“Maka dari itu, orang yang pernah terinfeksi COVID-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Sama halnya seperti orang yang sudah mendapat vaksin. Walaupun vaksin memberikan perlindungan terhadap serangan virus, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi jika terpapar virus corona penyebab COVID-19,” jelasnya.

Gejala reinfeksi

Hingga saat ini, berbagai penelitian belum sampai pada satu kesimpulan apakah gejala reinfeksi pasti lebih parah dibanding sebelumnya atau tidak.

Dokter di Gulhane Training and Research Hospital di Turki menyebutkan terdapat pasien yang pada infeksi pertama tak mengalami gejala, namun saat reinfeksi mengalami gejala ringan.

Sedangkan, bila pada infeksi pertama harus dirawat di rumah sakit, pasien memerlukan perawatan intensif saat reinfeksi, terutama kalangan lansia yang memiliki penyakit penyerta.

Namun, beberapa penelitian lain menemukan tidak ada perbedaan gejala antara infeksi pertama dan kedua. Malah ada pasien yang gejalanya lebih ringan ketika terkena reinfeksi COVID-19.

 “Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah sistem imun. Jika imun yang terbentuk dari infeksi pertama masih kuat dan bisa melawan virus corona, maka gejalanya akan ringan atau bahkan tidak ada gejala. Sedangkan, bila imun sudah lemah atau tidak dapat menemukan virus corona yang menyerang tubuh seseorang, maka gejalanya bisa lebih berat,” kata dr. Yoga.

Menurut dr. Yoga, sistem imun yang terbentuk dari infeksi pertama akan mengingat karakter virus yang menyerang di kemudian hari. Namun, ada kemungkinan sistem antibodi itu lupa atau tak mengenali bila bertemu virus dengan varian berbeda.

Vaksinasi

Kemudian, apakah seseorang bisa terinfeksi Covid-19 jika sudah divaksin? Menurut dr. Yoga, vaksin hanya sarana untuk membentuk antibodi guna memberikan perlindungan terhadap serangan virus. Proses pembentukan antibodi pun tidak berlangsung sekejap.

Oleh karena itulah, sebagian besar vaksin membutuhkan hingga dosis dua kali untuk memberikan perlindungan maksimal.

“Dengan demikian, orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi COVID-19. Namun, risiko infeksi itu lebih kecil daripada orang yang belum mendapat antibodi dari vaksin. Jika pun terinfeksi, besar kemungkinan gejalanya hanya ringan atau tanpa gejala sehingga risiko sakit parah hingga perlu dirawat di rumah sakit lebih kecil,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya