COVID-19 Picu Kanker Paru? Ini Faktanya

Ilustrasi paru-paru.
Sumber :
  • Freepik/kjpargeter

VIVA – COVID-19 memicu perubahan pada sel-sel di tubuh, termasuk gangguan pada fungsi organ paru-paru. Hal tersebut membuat virus corona jenis baru itu dianggap menjadi salah satu faktor terbentuknya sel kanker di paru-paru. Benarkah?

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

SARS-CoV-2 menjadi salah satu virus yang menyerang saluran pernafasan dengan gejala batuk, sesak napas, dan demam. Bahkan, COVID-19 varian delta menunjukkan gejala seperti flu berat dengan tanda-tanda pilek dan sakit kepala.

Selain itu, sejumlah penelitian menunjukkan, virus corona tersebut mampu terbukti merusak gambaran paru-paru pada normalnya yang terlihat pada hasil CT-Scan. Lantas, apa kata pakar soal dugaan ini?

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Spesialis pulmonologi, Prof dr Elisna Syahruddin PhD SpP(K) menjelaskan bahwa COVID-19 dan kanker paru belum ditemukan kaitannya dalam penelitian. Sebab, COVID-19 sendiri masih termasuk penyakit baru dan juga mendeteksi sel kanker paru butuh waktu lama.

"(Baru bisa) Cek 20 tahun ke depan. Satu juta sel kanker butuh waktu untuk berkembang hampir 10 tahun," ujarnya, dalam acara peluncuran PULIH bersama AstraZeneca, Rabu 28 Juli 2021.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Dijelaskan dokter Elisna, perkembangan sel kanker dalam paru-paru sangat lama dan di luar kendali. Apalagi, paru-paru merupakan organ yang sangat luas dan sulit dilihat dengan kasat mata kecuali ada kesadaran diri untuk melakukan screening.

"Orang udah kena 20 tahun enggak akan berasa kalau enggak dicek. Enggak ada gejala, ketemu (kankernya) sudah tingkat lanjut. Ketemunya juga insidentil. Misal lagi cek apa, ketahuan ada kanker," kata Elisna Syahruddin.

Biasanya, tumor atau benjolan di dalam paru-paru tak menimbulkan gejala dan baru akan berasa saat ukurannya sudah membesar pada stadium lanjut. Untuk itu, dianjurkan agar melakukan skrining sebelum merasakan gejala pada mereka yang memiliki faktor risiko.

"Untuk yang memiliki genetik kanker, perokok aktif atau yang sudah berhenti 10 tahun, usia 45 tahun, segera lakukan screening," ucap Prof Elisna Syahruddin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya