Studi Buktikan Efek Negatif Tidak Suntik Dosis Kedua Vaksin COVID-19

Ilustrasi vaksin.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA – Sebuah studi baru menunjukkan bahwa dua bulan setelah vaksin kedua Pfizer atau Moderna, respons antibodi menurun 20 persen pada orang dewasa dengan kasus COVID-19 sebelumnya.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Studi tersebut juga menguji seberapa baik vaksin yang ada saat ini menahan varian baru yang bermunculan. Temuan dari studi itu dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports.

Northwestern University menggarisbawahi pentingnya mendapat dosis kedua vaksin, bukanhanya karena sudah banyak diketahui bahwa imunitas dari vaksin menurun seiring waktu, tapi juga karena risiko yang diberikan varian yang bermunculan, termasuk varian Delta yang sangat menular.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Studi juga menunjukkan bahwa paparan terdahulu dari SARS-CoV-2 tidak menjamin antibodi yang tinggi, atau itu juga tidak menjamin respons antibodi yang kuat dari dosis vaksin pertama.

Hal ini secara langsung bertentangan dengan asumsi bahwa terinfeksi COVID-19 akan secara alami membuat seseorang imun terhadap reinfeksi. Temuan ini lebih jauh mendukung vaksinasi (dan dua dosis), bahkan untuk orang-orang yang sudah terinfeksi virus sebelumnya.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Dikutip dari laman Times of India, sebuah tim ilmuwan, meliputi ahli antropologi biologis Thomas McDade dan ahli farmakologi Alexis Demonbreun, menguji sampel darah dari orang dewasa yang positif COVID-19, untuk mengukur seberapa lama manfaat imunitas dari vaksin Pfizer dan Moderna bertahan, serta seberapa baik mereka melindungi dari varian-varian terbaru.

Partisipan studi dipilih dari sampel komunitas ras dan etnik beragam di kawasan orang dewasa Chicago yang diambil pada saat dimulainya pandemi.

Menggunakan peralatan uji antibodi di rumah yang dikembangkan di lab, para partisipan menyerahkan sampel darah 2-3 minggu setelah dosis pertama dan kedua vaksinasi mereka, serta dua bulan setelah dosis kedua.

Di dalam lab, para peneliti menguji untuk menetralisir antibodi dengan mengukur apakah sampel darah bisa menghalangi interaksi antara protein spike virus dan reseptor ACE2, interaksi ini adalah bagaimana virus menyebabkan infeksi saat dia masuk ke dalam tubuh.

"Saat kami menguji sampel darah dari para partisipan yang dikumpulkan sekitar tiga minggu setelah dosis vaksin kedua, level rata-rata inhibisi adalah 98 persen, mengindikasikan level yang sangat tinggi akan netralisir antibodi," ujar McDade, profesor antropologi di Weinberg College of Arts and Sciences.

Para peneliti kemudian menguji varian yang muncul BB.1.1351 (Afrika Selatan), B.1.1.7 (Inggris) dan P.1 (Brasil), dan menemukan kadar menghalangi varian virus lebih rendah secara signifikan, antara 67 persen hingga 92 persen.

Dalam uji sampel yang dilakukan dua bulan setelah dosis kedua, mereka menemukan respons antibodi menurun sekitar 20 persen. Para peneliti menemukan bahwa respons antibodi terhadap variasi vaksin yang didasarkan pada riwayata infeksi terdahulu.

Orang-orang yang secara klinis terkonfirmasi kasus COVID-19 dan gejala ganda memiliki kadar respons lebih tinggi dibanding mereka yang positif tapi memiliki gejala ringan atau tidak bergejala.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya