Kolom Prof Tjandra: Positif COVID-19 Tapi Jalan-jalan

Prof Tjandra Yoga Aditama.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Baru-baru ini diberitakan bahwa ada 3.830 orang yang masuk kategori hitam dalam aplikasi Peduli Lindungi (yang artinya positif COVID-19), tapi masih jalan-jalan.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Disebutkan bahwa dari 3.830 orang itu antara lain terdiri dari 3.000-an orang positif Covid-19 terdeteksi di mall atau tenant mall, 43 orang positif COVID-19 yang ke bandar udara, 63 orang positif COVID-19 akan menaiki kereta api, dan 55 orang positif COVID-19 yang akan masuk ke restoran, dan lain-lain.

Mereka yang positif COVID-19 tentu berpotensi menularkan ke sekitarnya, walaupun mungkin dia sendiri tanpa gejala. Karena itu, kalau misalnya ada 3 ribuan orang mau masuk mall dan lain-lain, tentu menjadi sangat berbahaya, karena dapat menjadi sumber penularan di masyarakat.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Untuk mencegah peningkatan kasus, maka setidaknya ada tiga langkah yang perlu dan dapat dilakukan, dan sebagian juga sudah dilakukan di negara lain.

Langkah pertama, ada lima hal yang mungkin dapat dilakukan oleh sistem aplikasi kalau menemukan seseorang yang hasil tesnya positif COVID-19.

Prof Tjandra: Ramai Kasus Depresi di Kalangan PPDS, Ini 5 Rekomendasi Tindak Lanjut Perlu Dilakukan

Ke-satu, begitu hasil tes positif maka sistem baiknya diatur agar bisa langsung menghubungi Puskesmas di wilayah pasien tinggal sesuai data NIK yang ada, dan Puskemas lalu menghubungi pasien untuk melakukan isolasi.

Kedua, sistem juga dapat menghubungi Lurah/Kepala Desa setempat untuk ditindaklanjuti, sepanjang yang mungkin dilakukan.

Ketiga, akan baik kalau ada hasil positif keluar, baikya di bagian bawah ditulis (kalau perlu dengan kotak berwarna merah misalnya) anjuran untuk isolasi, dan ditulis bahwa isolasi perlu untuk keselamatan keluarga dan kerabat.

Jangan semata-mata ditulis 'Sesuai aturan/instruksi dan lain-lain', tapi baiknya ditulis semacam 'Demi menjaga kesehatan/keselamatan keluarga dan kerabat, karena hasil positif maka saudara perlu melakukan isolasi dan seterusnya'.

Tulisan seperti ini baiknya tercantum di kertas hasil tes maupun di berkas elektronik hasil tes.

Hal keempat, 'by system'. Aplikasi Peduli Lindungi juga dapat memberi tahu yang positif untuk melakukan isolasi mandiri, beserta pesan-pesan kesehatan yang perlu dilakukan.

Kelima, 'by system' juga. Mungkin aplikasi Peduli Lindungi bisa setiap hari memberi semacam 'reminder' kepada mereka yang positif untuk mengingatkan harus melakukan isolasi. 'Reminder' ini terus diberikan setiap hari sampai 14 hari isolasi selesai misalnya.

Langkah kedua, tentu aplikasi akan berfungsi sebagai alat telusur atau 'tracing'. Salah satu contoh, kalau ada seseorang yang mengunjungi toko besar (di Australia misalnya), katakanlah pada hari Senin jam 10.00 sampai 12.00 bersama misalnya 50 pengunjung lainnya. Tentu waktu itu tidak ada orang yang positif, karena sebelum masuk sudah diskrining dulu dengan aplikasi mereka.

Tetapi besoknya, katakanlah hari Selasa, salah satu dari pengunjung hari Senin itu melakukan tes dan hasilnya positif. Begitu sistem 'tahu' bahwa ada yang positif, maka semua 49 orang lainnya akan dihubungi oleh sistem atau oleh petugas kesehatan setempat dan diberi tahu bahwa mereka kemarin berada dalam satu ruangan dengan orang yang positif, sehingga para kontak ini diminta memeriksakan diri.

Langkah ketiga, amat penting agar komunikasi risiko harus terus dijalankan secara konsisten. Kita tentu bersyukur jumlah kasus sudah amat menurun (walaupun Case Fatality Rate kita masih tinggi, nomor tiga di daftar 20 negara di John Hopkins University versi 13 September 2021), tetapi informasi ke masyarakat harus terus dilakukan dalam berbagai bentuknya.

Termasuk dalam konteks ini, tentang bagaimana menyikapi tes COVID-19 beserta hasilnya.

Untuk langkah ini maka perlu kerja sama yang baik antara pakar kesehatan dengan pakar komunikasi publik, pakar perilaku dan lain-lain.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya