Selain COVID-19, Penderita Diabetes Kena Flu Berdampak Kematian

Flu
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Perhatian masyarakat global, termasuk Indonesia saat ini tengah fokus terhadap ancaman COVID-19. Risiko kematian yang tinggi dan penularan yang mudah, membuat masyarakat hingga pemerintah melakukan berbagai upaya guna menekan penyebaran virus tersebut.

Gus Baha Ingatkan Semua Orang Agar Ingat Mati Tapi Tetap Semangat Hidup

Kendati demikian, masyarakat disarankan untuk tak hanya waspada terhadap bahaya COVID-19. Tapi juga virus lainnya, termasuk virus yang kerap dipandang sebelah mata seperti influenza.  Sebab, penyakit flu yang ditimbulkan virus ini, juga mampu merenggut nyawa penderitanya. Terutama bagi mereka yang memiliki komorbid, atau penyakit penyerta. 

Penyakit penyerta yang membahayakan penderita flu tersebut, di antaranya hipertensi, HIV/AIDS, asma, penyakit jantung, paru kronis, diabetes, dan lainnya. 

Sederet Artis Tanah Air yang Sudah Persiapkan Kematiannya Jauh Hari, Beli Kafan hingga Batu Nisan

Ahli penyakit dalam konsultan endokrinologi, dr Fatimah Eliana Taufik mengatakan, influenza dapat memperburuk kesehatan seseorang yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes karena adanya penurunan imunitas. Sehingga, infeksi virus flu dapat menimbulkan komplikasi.

Berdasarkan penelitian, para pasien diabetes yang mengalami influenza secara bersamaan meningkatkan risiko rawat inap hingga enam kali lipat. Sementara risiko dirawat di Intensive Care Unit (ICU) meningkat hingga empat kali lipat, dan risiko meninggal dunia hingga enam kali lipat.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Komplikasi influenza pada diabetes bisa mengakibatkan pneumonia berat hingga terjadi gagal napas dan kematian. Karenanya, baik penderita diabetes, orang lanjut usia (lansia), maupun penderita komorbid lain harus menjalani rawat inap (saat telah terjadi komplikasi influenza)," ujar dr Fatimah, melalui keterangan tertulisnya, Selasa 21 September 2021.

Sementara itu, menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), orang dengan diabetes baik tipe 1 dan tipe 2 atau gestasional, tetap bisa berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi flu serius yang dapat mengakibatkan kematian. Sekalipun saat gula darah dalam keadaan terkontrol.

CDC juga menyatakan, flu dapat meningkatkan kadar gula darah dan terkadang orang tidak ingin makan saat sakit. Nafsu makan yang berkurang tersebut dapat menyebabkan kadar gula darah turun. Dengan demikian, mengontol gula darah akan semakin sulit untuk dilakukan dan akan berdampak buruk jika terjadi pada mereka yang menderita flu dan diabetes secara bersamaan.

Perlunya vaksin flu

Efektivitas vaksin flu telah dibuktikan melalui beberapa penelitian dan terbukti memberikan manfaat bagi penderita diabetes.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kanada terhadap lebih dari 50.000 orang dewasa usia kerja yang menderita diabetes, vaksin influenza dapat mengurangi 43 persen rawat inap yang disebabkan oleh Pneumonia dan Influenza, serta mengurangi 28 persen rawat inap yang disebabkan oleh penyakit lainnya. 

Selain dari segi efektifitas, vaksinasi flu terbukti dapat ditoleransi dengan baik oleh para penderita diabetes. 

Oleh sebab itu, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menganjurkan, agar vaksinasi flu diberikan kepada penderita diabetes setahun sekali. Khususnya di situasi pandemi yang masih berlangsung ini, agar dapat melindungi para penderita diabetes dari penyakit berbahaya flu dan mengurangi kejadian rawat inap di rumah sakit.

Sehingga, dapat mengurangi beban para tenaga medis yang masih fokus melawan pandemi. Di sisi lain, berdasarkan penelitian yang belum lama ini dipresentasikan di European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases (ECCMID), yang diadakan secara virtual antara 9 Juli dan 12 Juli 2021, vaksinasi flu dinyatakan juga dapat mengurangi beberapa efek parah dari COVID-19.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis senior Devinder Singh, yang merupakan Profesor bedah plastik dari Fakultas Kedokteran Universitas Miami Miller.

Singh melibatkan peserta dari berbagai negara termasuk AS, Inggris, Jerman, Italia dan Singapura serta mencocokan mereka ke dalam faktor-faktor yang dapat memengaruhi risiko COVID-19 menjadi lebih parah, seperti usia, jenis kelamin, etnis, merokok, diabetes, obesitas, dan penyakit paru obstruktif kronik.

Singh dan koleganya kemudian membagi mereka ke dalam dua kelompok, yakni kelompok pertama yang telah menerima vaksin influenza antara dua minggu dan enam bulan sebelum didiagnosis positif COVID-19, serta kelompok kedua yang juga telah didiagnosis dengan COVID-19 tetapi tidak divaksinasi terhadap influenza.

Ia menemukan, bahwa pasien yang tidak menerima suntikan flu kira-kira 20 persen lebih mungkin dirawat di ICU dibandingkan dengan mereka yang telah divaksinasi influenza. Pasien dalam kelompok 2 juga sekitar 58 persen lebih mungkin untuk mengunjungi UGD dan sekitar 45 persen lebih mungkin untuk mengembangkan sepsis, dibandingkan dengan kelompok 1.

Menghindari wabah

Tak hanya itu, pasien dalam kelompok 2 juga 58 persen lebih mungkin untuk mengalami stroke dan hampir 40 persen lebih mungkin untuk memiliki DVT, dibandingkan dengan kelompok 1. Namun, Singh dan peneliti lainnya menekankan bahwa vaksin influenza, bukan berarti pengganti vaksin COVID-19. 

"Dan kami menganjurkan semua orang untuk menerima vaksin Covid-19 mereka jika mampu," kata penulis utama Susan Taghioff, asisten profesor kimia. 

Fakultas Kedokteran Universitas Miami Miller, dalam siaran pers yang sama menyebutkan, bahwa promosi lanjutan dari vaksin influenza juga berpotensi membantu populasi global menghindari kemungkinan 'twindemic' -- wabah influenza dan COVID-19 secara simultan.

Sehingga, dengan manfaat yang diberikan, disarankan bagi masyarakat untuk melengkapi vaksinasi flu walaupun sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19. Mengingat vaksinasi influenza tidak hanya dapat melindungi masyarakat dari bahaya penyakit flu, tapi juga melindungi mereka yang rentan terhadap penyakit flu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya