Selain Sesak Napas dan Kelelahan, Muncul Gejala Long COVID Baru

Ilustrasi batuk/COVID-19/virus corona/masker.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Sembuh dari COVID-19 tentu menjadi kabar yang menggembirakan usai menjalani sejumlah perawatan, baik di rumah sakit atau isolasi mandiri di rumah. Namun, sebagian pasien masih merasakan gejala sisa akibat serangan virus ini seperti sesak napas dan mudah lelah yang sering disebut long COVID.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Tidak hanya sesak nafas dan mudah lelah, baru-baru ini penyakit misterius pasca COVID-19 yang dikenal sebagai Restless Anal Syndrome telah mempengaruhi seorang pria tua Jepang, yang sebelumnya terinfeksi COVID-19 dan mengalami gejala ringan.
 
Dilansir dari laman Times of India, Senin, 4 Oktober 2021, seorang pria berusia 77 tahun di Jepang baru-baru ini didiagnosis dengan kondisi yang disebut Restless Anal Syndrome, terkait dengan ketidaknyamanan anal yang dalam. Sesuai laporan, pria itu baru saja pulih dari COVID-19.

Studi kasus yang diterbitkan di BMC Infectious Diseases melaporkan, setelah berminggu-minggu pemulihan dan tes negatif untuk virus corona, pria itu mengalami kegelisahan, ketidaknyamanan dubur yang dalam, hampir 10 sentimeter dari daerah perineum.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Menurut dokter, pria itu merasakan dorongan untuk buang air besar, namun, buang air besar tidak mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanannya.

Dilaporkan, gejalanya memburuk di malam hari dan saat istirahat. Hasil tes kolonoskopi menunjukkan, selain memiliki beberapa wasir internal, tidak ada yang serius atau mengkhawatirkan di dalam rektum pria itu.

Salat Id di Masjid Agung Al-Azhar, JK Ngaku Senang Lebaran Kali Ini Ramai

Menurut dokter di Tokyo University Hospital, ditemukan gejala yang ditunjukkan pria tersebut sesuai dengan yang ditunjukkan oleh pasien restless leg syndrome (RLS). Menurut para ahli yang terlibat dalam studi kasus, Restless Leg Syndrome adalah gangguan 'neurologis, sensorimotor' umum, yang dipicu oleh disfungsi sistem saraf pusat.

Gejalanya termasuk dorongan untuk menggerakkan kaki dan memburuk jika tubuh beristirahat, yang bertepatan dengan gejala sindrom anus gelisah. Dokter di rumah sakit percaya bahwa komplikasi pasca COVID-19 yang terkait dengan Restless Anal Syndrome adalah varian RLS yang tidak biasa.

Studi kasus menyatakan, Restless Anal Syndrome berkurang melalui program Clonazepam, obat yang digunakan untuk mengobati kejang. Selain itu, olahraga seperti berjalan atau berlari memberi orang tua yang didiagnosis dengan suatu kondisi rasa lega dan nyaman.

Sebagai informasi, pasien yang sudah dinyatakan negatif COVID-19 harus tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) dengan menerapkan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) dan menjalankan pola hidup sehat. Termasuk mengevaluasi penyakit penyerta atau komorbid.

Setelah pasien sembuh, pasien boleh beraktivitas kembali. Namun, hal ini perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien. Dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter di puskesmas atau rumah sakit 1-2 minggu setelah pulang ke rumah.

Selain itu, baru-baru ini, Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan surat edaran nomor HK.02.01/I/2524/2021 tentang Vaksinasi COVID-19 Bagi Penyintas.

Surat edaran itu terkait dengan pemberian vaksinasi bagi penyintas COVID-19 dimana, penyintas atau seseorang yang pernah mengalami positif COVID-19 kini bisa disuntikkan vaksin setelah 1 bulan dinyatakan sembuh dan hasil swab negatif.

Dengan demikian Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/Menkes/4638/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 sudah tidak berlaku. Dalam keputusan Menkes itu disebutkan bahwa penyintas boleh divaksinasi setelah 3 bulan dinyatakan sembuh.

Kemudian dalam peraturan baru, yakni Surat Edaran tentang vaksinasi COVID-19 bagi penyintas, disebutkan penyintas boleh divaksinasi setelah 1 bulan dan 3 bulan dinyatakan sembuh, tergantung tingkat keparahan penyakit.

"Dalam surat edaran ini penyintas dengan gejala ringan hingga sedang dapat memperoleh vaksin COVID-19 satu bulan setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan penyintas dengan gejala berat dapat memperoleh vaksin tiga bulan setelah dinyatakan sembuh," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito dalam virtual conference Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia per 30 September 2021.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya