Akan Separah Apa Gelombang Ketiga COVID-19? Ini Prediksi Kemenkes

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Masih teringat jelas hiruk pikuk di Tanah Air saat gelombang kedua COVID-19 menerpa pada bulan Juni-Juli 2021. Kasus positif meningkat tajam, antrean di rumah sakit, hingga keterbatasan oksigen dan obat-obatan. Lantas, akan seperti apa situasi saat gelombang ketiga terjadi?

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa jelang akhir tahun menjadikan banyak momen untuk berlibur dan berkumpul. Mulai dari libur di saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, pasca perayaan Natal, hingga perayaan tahun baru nanti.

Belum lagi, varian delta masih mendominasi yang sifatnya mudah menyebar. Hal itu berpotensi menimbulkan ancaman gelombang ketiga COVID-19 di akhir tahun 2021 maupun awal tahun 2022.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

"Di negara kita hampir 90 persennya delta. Sifatnya lebih ganas dan infeksius, artinya harus waspada di tengah aktivitas meningkat dan prokes yang kendor, menyebabkan perluasan sehingga potensi gelombang ketiga tadi suatu keniscayaan akan terjadi," ujar Nadia dalam acara VIVATalk bertajuk 'Antisipasi Gelombang Ketiga Pandemi COVID-19', baru-baru ini.

Ilustrasi virus corona.

Photo :
  • Freepik/pikisuperstar
KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Menurut Nadia, situasi di gelombang kedua kemarin sangat miris dengan penambahan kasus konfirmasi mencapai 55 ribu. Namun, Nadia menepis jika fasilitas kesehatan kolaps melainkan mengalami over burden atau kelebihan beban.

"Kemarin itu layanan kesehatan over burden karena beban lebih besar dari kapasitas. Tapi itu tidak membuat layanan jadi kolaps karena masih bisa diupayakan penambahan-penambahan walau mungkin ada yang sulit dapat ruang perawatan dan sebagainya," jelas Nadia.

Lebih dalam, Nadia menyebut fasilitas kesehatan tetap bekerja dan berfungsi meski tenaga kesehatan mengalami kelelahan dan alat kesehatan terbatas. Salah satunya, tabung oksigen yang sempat sulit ditemukan atau dijual dengan harga tinggi.

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.

Photo :
  • Freepik

"Tentunya kita belajar, tidak ekspektasi kondisi seperti Juli saat itu. Dari juli atau saat ini, penambahan oksigen generator itu terus ditambah," terang Nadia.

Di kesempatan yang sama, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut keterbatasan tabung oksigen di gelombang kedua kemari seharusnya menjadi pelajaran. Untuk itu, dibutuhkan mitigasi tabung oksigen ke berbagai wilayah terpencil sekalipun.

"Daerah luar jawa, RS kecil atau terbatas, ini yang membuat potensi keterbatasan oksigen. Itu sebabnya perlu mitigasi. Oksigen sebetulnya sudah masuk daftar esensial di WHO," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya