Ancaman Gelombang ke-3 COVID-19, Akankah Lebih Parah?

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Beberapa waktu belakangan ini kasus konfirmasi positif COVID-19 menunjukkan adanya penurunan. Penurunan angka kasus konfirmasi ini tentu menjadi kabar baik bagi masyarakat. Namun, di tengah penurunan kasus Indonesia disebut-sebut bakal menghadapi gelombang ketiga.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Sejumlah pihak memprediksi, lonjakan kasus bakal tiba kembali pada akhir 2021. Hal ini dipicu oleh meningkatnya mobilitas masyarakat seiring dengan momen libur Natal dan Tahun Baru 2022.

Lantas benarkah demikian? Apakah benar Indonesia akan mengalami gelombang ketiga? Terkait hal ini, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Nadia Tarmizi, M.Epid menjelaskan bahwa gelombang ketiga COVID-19 ini bisa menjadi suatu keniscayaan terjadi.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Hal ini lantaran, didasarkan pada H1 Jurnal Ilmiah dikatakan bawah menyatakan COVID-19 sifatnya akan menimbulkan gelombang-gelombang epidemiologi berkali-kali. Sehingga tidak cukup satu gelombang dan sudah mencapai puncaknya, kemudian turun seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Kemudian serangan atau pandemi COVID-19 selesai itu tidak terjadi pada pola penyakit COVID-19. COVID-19 ini akan menimbulkan serangan beberapa kali.

“Belajar dari scientific ini kita melihat bahwa yang paling kunci adalah di saat laju penularan menurun maka yang paling baik kita harus menekan laju penularan itu serendah mungkin, dan target kita untuk menekan laju penularan 10 per 1 juta penduduk atau maksimum 2.700 kasus. Sambil pada saat kondisi strolling menekan pelan-pelan laju penularan, menahan kasus pada level tertentu kita tetap melaksanakan protokol kesehatan 3T dan vaksinasi. Perluasan vaksinasi menjadi kesempatan kita di saat di masa strolling atau sedang menurunkan kasus COVID-19 ini secara perlahan,” kata Nadia dalam VIVATalk, Kamis 21 Oktober 2021.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Ilustrasi virus corona.

Photo :
  • Freepik/pikisuperstar

Lebih lanjut, dijelaskan Nadia gelombang ketiga itu sesuatu yang niscaya pasti terjadi karena banyak negara yang sudah saat ini mengalami gelombang ketiga.

“Di mana negara tersebut sudah memiliki cakupan vaksinasi yang tinggi, serta memiliki tingkat prokes yang sudah baik seperti di Inggris, Amerika mereka prokesnya sudah lebih relaksasi karena orang sudah tidak pakai masker kalau melakukan aktivitas di tempat publik atau di ruang terbuka kemudian jaga jarak tidak ada jadi itu sementara cakupan vaksinasinya sudah hampir lebih dari 70 persen dari sasaran. Tapi begitu ada varian delta kasusnya kembali meningkat mereka struggling meski kasus kematian rendah tetapi artinya kasus ini kondisi ini contoh kasus gelombang ketiga ini memungkinkan terjadi di negara lain,” kata dia.

Lebih lanjut, kata Nadia, setiap ada peningkatan pergerakan atau mobilitas itu  selalu terjadi peningkatan kasus COVID-19. Karena biasanya relaksasi yang terjadi karena kasus turun, relaksasi aktivitas-aktivitas sosial dan masyarakat, termasuk aktivitas ibadah, aktivitas ekonomi dan biasanya kondisi aman seperti ini protocol Kesehatan di masyarakat cenderung menjadi kendor, dan tidak lagi disiplin protokol kesehatan.

“3 hal tersebut ditambah dengan varian delta ternyata varian yang paling banyak di negara kita, 90-98 persen adalah varian delta. Ini menjadi concern kita, setiap saat varian delta yang sifatnya lebih ganas, lebih infeksius, masih merupakan varian dominan dan ini harus membuat kita waspada di tengah aktivitas kita meningkat, prokes kita yang kadang-kadang kendor akan menyebabkan perluasan pada penyebaran virus, sehingga potensi gelombang ketiga tadi adalah satu keniscayaan akan terjadi,” kata Nadia.

Apakah gelombang ketiga COVID-19 akan lebih parah dibandingkan dengan gelombang pertama dan kedua?

Ilustrasi virus corona.

Photo :
  • Freepik/pikisuperstar

Ancaman gelombang ketiga ini tidak dipungkiri menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Hal ini mengacu pada kasus peningkatan kasus yang cukup signifikan di Indonesia terlebih pada pertengahan tahun yakni Juli tahun ini. Dimana kasus konfirmasi positif COVID-19 harian bisa menyentuh angka 54 hingga 55 ribu per harinya. Lantas bagaimana dengan potensi gelombang ketiga?

Terkait hal ini, Nadia menjelaskan kemungkinan akan lebih tinggi dibanding dengan gelombang pertama. Hal ini lantaran adanya mutasi virus varian delta.

“Seberapa besar yang terjadi di gelombang ketiga di Januari atau Desember 2021 ini beberapa ahli epidemiologi telah membuat beberapa modeling, ada yang kemudian bisa sama dengan kondisi 2020-2021, bisa sedikit meningkat atau bahkan bisa lebih tinggi dari Juli. Ini tentunya kita tidak inginkan kalau lebih tinggi dari Juli,” kata Nadia.

Di sisi lain, Epidemiolog dari University of Griffith, Dicky Budiman melihat bahwa ancaman gelombang ketiga ini akan bersifat moderat, tidak seperti gelombang kedua.

“Kenapa moderat karena yang paling rawan saat ini adalah luar Jawa yang memiliki populasi yang lebih banyak belum memiliki imunitas, vaksinasi mayoritas di Jawa Bali yang aglomerasi. Jadi luar Jawa moderat karena deteksi kasusnya tidak sebagus aglomerasi tidak akan terlalu terlihat tapi yang bisa berdampak serius adalah kaitannya dengan kasus kematian karena meski potensinya tidak sebesar gelombang kedua kemarin tapi ini. kalau dampak ke luar Jawa itu infrastruktur mereka terbatas sistem deteksi mereka terbatas, terus cakupan vaksinasi agak lambat karena kembali lagi ke infrastruktur dan SDM,” kata dia.

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.

Photo :
  • Freepik

Lebih lanjut, Dicky menjelaskan hal tersebut yang bisa membuat potensi perburukan kasus kematian bisa terjadi. Berbeda dengan gelombang kedua di wilayah aglomerasi ketika seseorang terkonfirmasi positif COVID-19 pasien itu masih bisa mendapatkan rujukan ke rumah sakit lain, berbeda dengan mereka yang ada di luar pulau Jawa-Bali.

“Tapi kalau di luar Jawa verifer rumah sakit daerah, rumah sakit swastanya terbatas ini yang membuat akhirnya potensi yang dikhawatirkan keterbatasan oksigen makanya perlu mitigasi mulai dari layanan Kesehatan seperti obat-obatan mendasar sehingga masyarakat menjadi lebih tenang, karena potensi gelombang ketiga suatu keniscayaan,” kata dia.

Tidak hanya itu saja, layanan Kesehatan yang menjangkau hingga ke rumah-rumah juga penting dalam rangka mitigasi COVID-19. Hal ini lantaran, kata Dicky behaviour masyarakat di luar Jawa umumnya tidak bisa mencari layanan kesehatan bukan ke faskes tapi di rumah seperti dengan mengkerik badan.

“Itu harus diperbaiki. penjangkauan ke rumah, dalam rangka mitigasi sehingga bisa ditemukan dini ini penting,” kata Dicky.

Apa yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi gelombang ketiga

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.

Photo :
  • Freepik

Nadia menjelaskan, hal yang perlu dilakukan adalah pertama segera perluas vaksinasi artinya percepatan vaksinasi harus kita galakkan sesuai dengan ketersediaan vaksin, kedua tetap menegakkan protocol Kesehatan

“Prokes tetap kita jalankan, prokkes ketat, pengelola mal, tempat wisata, ibadah pastikan masih ada jarak, kemudian tetap pakai masker, satgas tidak segan mengingatkan masyarakat yang tidak mau pakai masker, kedua testing dini kita tracing kasus itu akan lebih terdeteksi. Ketiga batasi mobilitas setiap peningkatan mobilitas pasti akan meningkatkan laju penularan kalau kemudian ingin liburan ditunda dulu tunggu pandemi ini selesai, jangan memaksa untuk di dalam kerumunan, kurangi aktivitas fokuskan pada kegiatan yang esensial supaya kondisi yang sudah baik ini tetap bisa kita pertahankan,” kata Nadia.

Di sisi lain, Dicky Budiman menjelaskan untuk pemerataan vaksinasi terutama di luar pulau Jawa Bali.

“Yang harus diantisipasi ngejar vaksinasinya,  distribusi lebih cepat, merata, ya memang berat tapi daerah yang terpencil karena bicara lansia banyak di kampung, bicara lansia punya komorbid. salah satu di Nusa Tenggara belum ada ke situ harus pakai motor, apalagi musim hujan ini tantangan Indonesia. Mau gak mau harus dikejar untuk mencegah,” kata Dicky.

6 Langkah utama antisipasi pemerintah dalam menghadapi gelombang ketiga

Ilustrasi jaga jarak/virus corona/COVID-19.

Photo :
  • Freepik/pikisuperstar

Ada sejumlah langkah yang dilakukan untuk menghadapi potensi terjadinya gelombang ketiga COVID-19, yang telah dipersiapkan pemerintah,yakni:

1. Meningkatkan kapasitas tes COVID-19

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B. Harmadi mengatakan pemerintah terus berusaha meningkatkan kapasitas tes COVID-19.

"Antisipasi gelombang ketiga, testing terus ditingkatkan," kata Sonny.

2. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)

Menurut Sonny, kebijakan PPKM juga tetap diberlakukan di berbagai daerah, meski di beberapa daerah telah dilakukan pembukaan berbagai aktivitas masyarakat.

"PPKM terus diberlakukan, baik PPKM level 3, 2 dan 1," katanya.

3. Sosialisasi

Sosialisasi perlu dilakukan untuk mendorong kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin.

Protokol kesehatan dimaksud adalah 5M; memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak fisik, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.

Warga melintas di dekat mural bergambar tenaga medis dan Virus Corona (foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

4. Vaksinasi

Langkah selanjutnya adalah program vaksinasi yang terus dipercepat meskipun saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia melandai.

Pemerintah menargetkan sasaran vaksinasi sebanyak 208.265.270 jiwa. Data Kementerian Kesehatan per tanggal 12 Oktober 2021 menyebutkan 101.673.077 telah melakukan penyuntikan dosis tahap 1 atau sekitar 48,82 persen. Untuk yang telah melakukan hingga dosis lengkap atau tahap 2 sebanyak 58.720.535 atau 28,20 persen.

5. Akses masuk dari luar negeri

Sonny mengungkapkan pemerintah juga memperketat akses masuk dari luar negeri ke Indonesia untuk mencegah masuknya varian baru.

"Titik masuk kita sudah sangat dibatasi, (akses) udara hanya di Soekarno-Hatta dan Sam Ratulangi, Manado, lalu kemudian darat hanya boleh di Entikong, Aruk, Nunukan dan Motaain di Timor Leste dan laut juga hanya dua, Batam dan Tanjungpinang," ungkapnya.

Sama halnya dengan masuknya para pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka juga langsung menjalani tes PCR setelah tiba di Indonesia.

"Kementerian Kesehatan juga sudah mengirimkan (alat) tes cepat molekuler sehingga kita tidak perlu menunggu lama, dalam waktu satu jam sudah bisa memisahkan orang yang positif (COVID-19) dan yang negatif," kata Sonny.

Oleh sebab itu, untuk mencegah potensi terjadinya gelombang ketiga COVID-19 tidak bisa hanya mengandalkan upaya yang dilakukan pemerintah bersama pihak terkait saja. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk keberhasilan kita melawan virus corona.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya