Satgas RI Soroti Varian Deltacron, Seberapa Berbahaya?

Ilustrasi COVID-19/virus corona.
Sumber :
  • Pixabay/mattthewafflecat

VIVA – Pakar di dunia mulai mengkhawatirkan penemuan varian terbaru, Deltacron. Varian varian GKA (AY.4/BA.1) ini belakangan disorot banyak pakar karena merupakan kombinasi genetik antara varian Delta 21J/AY.4 dan Omicron 21K/BA.1. Lantas, benarkah gabungan varian tersebut dianggap mematikan?

Ketua Satgas COVID-19 PB IDI Sebut Subvarian EG.5 Sudah Terdeteksi Sejak Juli Lalu

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa penamaan resmi varian ini belum ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO).

Data terkait karakteristiknya pun masih sangat terbatas meskipun WHO mambahasnya dalam pertemuan Technical Advisory Group on Virus Evolution atau grup penasihat teknis terkait evolusi virus yang dihadiri para pakar virus di dunia.

Subvarian COVID-19 EG.5 Terdeteksi di Indonesia, Seperti Apa Gejala Khasnya?

"Dampak varian ini terhadap indikator epidemiologi maupun tingkat keparahan gejala belum dapat dipastikan dan masih terus diteliti," Wiku menjawab pertanyaan media dalam agenda keterangan pers di Graha BNPB, yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa 15 Maret 2022.

Tidak memberi ruang penularan, dapat mencegah mutasi virus yang dapat melahirkan varian baru. Karena, selama virus masih beredar, apalagi dalam tingkat penularan yang tinggi, potensi mutasi virus semakin besar.

Ditemukan di Sejumlah Negara, Seberapa Bahaya Varian Baru Virus Corona Pirola?

Dalam bermutasinya, ada berbagai mekanisme. Salah satunya dengan rekombinasi seperti pada varian yang dijelaskan. Rekombinasi virus ini bukanlah hal baru.

"Untuk itu, dalam masa adaptasi ini, pencegahan penularan ini lebih banyak porsinya pada tanggung jawab setiap individu. Setiap orang wajib melindungi dirinya sendiri dan orang lain, melalui disiplin protokol kesehatan 3M," tegas Wiku.

Mencegah Penularan

Maka dari itu, masyarakat perlu mencegah penularan virus dengan selalu memakai masker dan vaksinasi. Disamping itu, masyarakat harus menutup 3 celah penularan agar tidak terpapar COVID-19 selama perjalanan. Yaitu, sebelum perjalanan, selama perjalanan dan sesudah perjalanan. 

"Sehingga cara terbaik untuk menekan peluang penularan semaksimal mungkin yaitu dengan menutupi setiap celah penularannya," tambah Prof Wiku.

Menutup celah penularan dapat dilakukan dengan perilaku aman produktif COVID-19 dalam seluruh aktivitas. Merujuk studi dari Ku dkk di Korea Selatan (2021), menyatakan pemakaian masker dan menjaga jarak masih efektif menurunkan peluang penularan khususnya di transportasi umum masing-masing sebesar 93,5% dan 98,1%.  

Agar dapat memahami upaya pencegahan mandiri, ada beberapa perilaku aman produktif COVID-19 yang dapat diterapkan sesuai kebijakan terkini. Pertama, sebelum perjalanan pastikan kondisi tubuh fit, atau jika sebaliknya maka tundalah perjalanan.

Bagi yang baru melakukan kontak erat, lakukan tes secara mandiri. Lalu, lakukan Skrining PeduliLindungi dan pemeriksaan syarat perjalanan persyaratan dokumen di pintu kedatangan.

Pengaturan ini berlaku pada seluruh moda transportasi meliputi sudah vaksin dosis lengkap atau booster, sertifikat vaksin, menyertakan hasil negatif 1x24 jam antigen atau 3x24 jam RT-PCR bagi yang baru satu kali vaksin atau belum sama sekali, termasuk alasan kondisi kesehatan tertentu/komorbid.

Selama di perjalanan, tetap memakai masker medis yang diganti berkala, mencuci tangan secara berkala terutama setelah menyentuh benda yang disentuh orang lain. Jaga jarak minimal 1,5 meter atau menghindari kerumunan, misalnya melakukan perjalanan di luar jam padat aktivitas atau menunggu trayek transportasi berikutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya