Gejala TBC Mirip COVID-19, Begini Cara Membedakannya

Ilustrasi batuk.
Sumber :
  • Freepik/drobotdean

VIVA – Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih endemik di tengah pandemi COVID-19 ini. Salah satu yang menjadi kekhawatiran adalah gejalanya yang terbilang nyaris serupa dengan virus corona, sehingga membuat masyarakat sulit membedakannya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr drh Didik Budijanto menyebutkan bahwa bakteri mycrobacterium tuberkulosis menyerang sistem pernapasan. Maka dari itu, gejalanya memang tak jauh berbeda dengan COVID-19 seperti sesak napas dan batuk.

"Sesak napas atau nyeri dada. Gejala utama pasti batuk," ujar Didik pada konferensi pers virtual memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 bertajuk 'Investasi Untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa', Selasa 22 Maret 2022.

Akan tetapi, ada perbedaan yang menonjol dari gejala tersebut yaitu pada durasi gejala yang dialami pasien TBC. Karena disebabkan oleh bakteri, maka berbagai gejala pada pasien TBC akan dirasakan lebih dari dua minggu yang berbeda dengan gejala pada COVID-19 yang cenderung hanya berlangsung beberapa hari.

Ilustrasi wanita alami sesak napas.

Photo :
  • U-Report

"2-3 minggu atau lebih, terasa batuk. Biasanya batuk campur darah. Lemah dan nafsu makan menurun. Biasanya muncul berkeringat meski tidak sedang kegiatan. Ini yang harus segera diobati ke puskesmas atau rumah sakit agar diobati secara tepat dan teratur. Artinya harus tuntas sampai selesai," beber Didik.

Senada dengan Didik, Direktorat P2PM khusus TBC, dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA, juga mengatakan penyebab dari TBC dan COVID-19 membuat onset atau waktu timbul gejala akan berbeda. Pada virus, biasanya akan timbul lebih cepat sehingga COVID-19 terbilang penyakit akut. Untuk bakteri, cenderung gejalanya akan timbul lebih lama, apalagi sifat tuberkulosis yang mampu 'sembunyi'.

"TBC oleh bakteri, COVID oleh virus. Perbedaannya di onset atau waktu timbul gejala. COVID sifatnya akut, TBC lebih lama pengobatan begitu. COVID cepat selesainya. TBC butuh sabar karena minum obat berbulan-bulan. Apalagi kalau gejala udah enakan, udah nggak mau minum obat, makanya pasien TBC butuh pendamping," pungkasnya.

Bersama Lawan TBC: Buku Pedoman Kemitraan Percepatan Penanggulangan TBC Diluncurkan WKPTB

Untuk itu, Didik mengingatkan pentingnya skrining TBC di awal dengan merujuk pada penanganan COVID-19. Pada prosesnya, skrining bakteri TBC bisa serupa dengan COVID-19 meski memang pengobatan akan sangat berbeda.

Ilustrasi menutup batuk dengan siku

Photo :
  • times of india
Bisa Sebabkan Depresi, Inilah Mengapa Pasien TBC Butuh Pendampingan Psikologis

"Memang sama-sama serang alat pernapasan kita. Salah satu upayanya banyak belajar dari COVID-19, dengan berbagai macam peralatan yang sudah disiapkan karena COVID kemarin jadi fokus. Tapi kita bisa saling integrasi untuk skrining di awal. Pengobatan tentu beda karena yang satu bakteri, satunya virus. Dalam hal penanganan bisa sama, misal skrining numpang di lab yang sama dengan COVID-19," tutup Didik.

Bukan Sekadar Obat, Dukungan Penting untuk Maksimalkan Penyembuhan TBC
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, The Interview

Turis Australia Ngeluh Terjangkit DBD di Bali, Menkes Bilang Harusnya Bersyukur

Menteri Kesehatan menanggapi soal turis asal Queensland, Australia, yang berbagi kisahnya di media sosial saat terjangkit demam berdarah dengue (DBD) di Bali.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024