Jangan Sepelekan Aritmia, Penyebab Henti Jantung

Ilustrasi serangan jantung/stroke.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

VIVA – Tahukah Anda bahwa henti jantung disebabkan oleh aritmia? Seringkali kita mendengar berita seorang atlet mengalami henti jantung saat bertanding atau pun setelah melakukan olahraga sedang berat.

5 Manfaat Menakjubkan Mengonsumsi Air Kelapa Setiap Hari, Bisa Jaga Kesehatan Jantung

Pada umumnya, seseorang jatuh dan meninggal dengan waktu yang singkat apabila salah penanganan maupun terlambat mendapatkan pertolongan medis saat mengalami kondisi ini.

Aritmia atau gangguan irama jantung sendiri adalah gangguan pada sistem kelistrikan jantung yang menyebabkan denyut jantung menjadi lebih lambat (bradikardi), lebih cepat (takikardi), atau tidak beraturan. Denyut jantung dikendalikan oleh sistem kelistrikan sehingga dapat berdenyut dengan irama yang teratur. 

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Normalnya, jantung akan berdenyut 60 sampai100 kali permenit. Ketika tidak berdenyut dengan normal, jantung tidak dapat memompa darah sebagaimana mestinya dan mengakibatkan gangguan asupan darah ke organ tubuh lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan organ penting lainnya. 

Ilustrasi serangan jantung/stroke.

Photo :
  • Freepik/rawpixel.com
5 Manfaat Rebusan Air Daun Salam, Bisa Bantu Kurangi Kadar Gula Darah

Gejala aritmia dapat berbeda-beda untuk setiap orang tergantung dari jenis aritmia yang dialami. Gejala yang biasanya dirasakan adalah jantung berdebar (palpitasi), nyeri dada, sesak napas, mudah lelah, keringat dingin, rasa akan pingsan.

Jika terlambat ditangani, aritmia dapat menyebabkan henti jantung yang dapat berujung pada kematian.

Aritmia biasanya muncul saat olahraga, stres atau setelah terpapar kafein, nikotin dan obat-obatan tertentu. Aritmia juga dipengaruhi oleh faktor risiko lain seperti memiliki penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, hipo/hipertiroid, penyakit jantung bawaan, dan faktor genetik.

Aritmia juga meningkatkan risiko seseorang mengalami stroke 4 hingga 5 kali lebih besar dibanding yang tidak mengalami aritmia. Data CDC tahun 2017 menyebutkan bahwa aritmia menyebabkan stroke iskemik sebesar 15 hingga 20 persen.

Ilustrasi serangan jantung

Photo :
  • U-Report

Untuk mendiagnosa aritmia, dokter akan mengevalusi gejala dan riwayat medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan penunjang, seperti Elektrokardiografi (EKG), Treadmill Test, Holter Monitor, dan Electrophysiology Study (EP Study).

“Electrophysiology Study adalah golden standard untuk mendiagnosa aritmia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipetakan aktifitas listrik jantung sehingga titik penyebab gangguan kelistrikan jantung dapat diketahui,” ujar dr. Rerdin Julario, SpJP(K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dan Intervensi Mayapada Hospital Surabaya, dalam keterangannya, Jumat, 27 Mei 2022.

Ia juga mengatakan, berdasarkan hasil EP Study tersebut, kemudian dapat ditentukan jenis aritmia dan terapi yang dibutuhkan untuk mengembalikan irama jantung normal pasien.

ilustrasi sakit jantung

Photo :
  • U-Report

dr. Agung Fabian Chandranegara, SpJP(K), Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia, Mayapada Hospital Tangerang juga menjelaskan bahwa penanganan aritmia disesuaikan dengan jenis aritmia yang dialami pasien.

Tindakan berupa pemasangan alat pacu jantung atau pacemaker biasanya digunakan untuk kasus aritmia di mana jantung berdenyut lebih lambat dari normal.

“Tindakan lain yaitu ablasi jantung merupakan tindakan untuk mengkoreksi aritmia dengan cara memasukan kateter melalui pembuluh darah sampai ke jantung. Elektroda pada ujung kateter dilengkapi dengan energi radiofrekuensi untuk mengablasi titik tertentu pada jantung yang menyebabkan aritmia sehingga jantung dapat kembali berdenyut normal,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya