Tren Penyakit Jantung Mulai Terjadi di Masyarakat Ekonomi Rendah

Ilustrasi penyakit jantung.
Sumber :
  • U-Report

VIVA Lifestyle – Permasalahan penyakit jantung setiap tahunnya selalu menjadi sorotan. Dari data diketahui bahwa penyakit jantung menjadi penyakit penyebab kematian nomor satu di dunia.

Lagi Liburan, Vokalis RHCP Anthony Kiedis Sebat Bareng Warga Kepulauan Mentawai

Sekretaris Jenderal PP Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Oktavia Lilyasari, SpJP(K), FIHA mengungkap bahwa 18,6 juta kematian di seluruh dunia akibat penyakit kardiovaskular.

"1 dari 5 orang berusia kurang dari 70 tahun meninggal karena penyakit kardiovaskular. 32 persen dari seluruh kematian adalah akibat penyakit kardiovaskular," kata dia dalam virtual press conference, Peran Penting PERKI dalam Transformasi Bidang Kesehatan di Bidang Kardiovaskular, Kamis 4 Agustus 2022.

Viral Terekam Seorang Wanita Diam-diam dan Santai Merokok di Dalam Pesawat

Penyakit jantung.

Photo :
  • U-Report

Lebih lanjut, diungkap dia pada tahun 2020 diperkirakan angka kasus kematian global akibat penyakit ini adalah sebesar 20,5 juta. Dan diprediksi di tahun 2023 akan meningkat menjadi 24,2 juta jiwa.

Ini Akibat Jarang Scaling Gigi yang Perlu Anda Ketahui!

Di Indonesia sendiri, penyakit jantung mengalami perubahan tren Jika dulunya penyakit ini biasa terjadi pada golongan menengah ke atas bergeser ke sosial ekonomi rendah.

Terkait perubahan tren tersebut, Ketua PP PERKI, dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FAsCC  mengungkap bahwa hal ini dilatarbelakangani oleh kehidupan sedentarari.

"Sedentari tidak hanya di golongan menengah atas, dari segala kalangan. Misanya mau kemana-mana sekarang bisa naik transportasi online mau makan dulu kita yang nyamperin makanan sekarang makanan yang samperin kita. Semua kemudahan ini efek dari sedentary," kata dia.

Radit juga menjelaskan bahwa pola makanan masyarakat yang lebih suka dengan makanan tinggi garam dan juga makanan yang deep fried berkontribusi terhadap risiko tersebut.

Ilustrasi makanan dengan banyak garam.

Photo :
  • U-Report

"Pelosok suka gorengan karena gurih mereka senang makan sederhana digoreng dan kadar garam tinggi dibanding misalnya direbus, lebih suka makan ikan diawetkan dengan garam dibanding ikan yang disimpan di kulkas karena masalah ekonomis," tutur dia.

Selain itu kebiasaan merokok yang juga menjamur di kalangan menjadi faktor penyumbang risiko penyakit ini.

"Saya pernah bertemu dan membahas tentang menaikkan cukai rokok. Tapi kalau sudah kecanduan akan sulit, mereka akan linting sendiri. Kalau dilihat dari 90an sampai sekarang kemajuan teknologi, sangat maju tapi mortalitas dan morbiditas masih nomor 1 karena kita tidak mulai dari preventif," kata Raditya menerangkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya