BPOM Temukan Kontaminasi BPA Air Kemasan di 6 Daerah

Ilustrasi galon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan, Martin Suhendri, mengatakan, proses pascaproduksi seperti transportasi dan penyimpanan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon, dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang yang tidak sesuai prosedur, diduga menjadi penyebab kandungan Bisphenol A (BPA) dalam kemasan galon polikarbonat bermigrasi dalam air. 

Bisa Picu Kanker, Ini Biang Kerok Penyebab Tingginya Kadar Bromat dalam Air Minum Kemasan

"Sebagai contoh, galon yang terkena panas atau dibanting-banting," ujarnya dalam forum 'Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan Bisphenol A (BPA) pada Air Minum dalam Kemasan (AMDK)', yang digelar baru-baru ini. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Pernyataan Martin sejalan dengan keterangan sebelumnya, yang disampaikan Guru Besar Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Prof. Andri Cahyo Kumoro. Dia mengatakan, pelepasan BPA pada galon guna ulang rentan terjadi bila galon sampai tergores atau terpapar sinar matahari langsung. 

Sidak ke 731 Klinik Kecantikan, BPOM Temukan 51.791 Kosmetik Ilegal Senilai Rp2,8 Miliar

Forum itupun disuguhi temuan lapangan BPOM sepanjang 2021-2022. Temuan lapangan BPOM di enam kota, yakni, Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara, dinilai cukup mengejutkan. 

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.
Awas! Takjil Berbahaya Beredar di Sentra Penjualan, BPOM Temukan Formalin, Rhodamin, dan Boraks

BPOM menemukan bahwa kandungan BPA dalam AMDK di enam daerah tersebut telah melebihi ambang batas yang ditentukan, yakni 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi dari hasil temuan di Medan, ditemukan bahwa kandungan BPA dalam air di galon bisa mencapai 0,9 ppm per liter.

Hasil uji migrasi BPA pada AMDK yang melebihi 0,6 ppm, kata dia, menunjukkan 3,4 persen di antaranya ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran. Sementara hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan, 0,05-0,6 ppm, menyebutkan 46,97 persen di sarana distribusi dan peredaran serta 30,19 persen di sarana produksi. Adapun uji kandungan BPA pada AMDK melebihi 0,01 ppm, 5 persen di sarana produksi serta 8,6 persen di sarana distribusi dan peredarannya.

Proses pascaproduksi, seperti transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang yang tidak sesuai prosedur, diduga menyebabkan kandungan BPA dalam kemasan galon polikarbonat bermigrasi dalam air. Sebagai contoh, kata dia, galon yang terkena panas atau dibanting-banting.

”Awalnya kandungnya BPA-nya zero, tetapi di lapangan meningkat karena penanganan yang kurang baik,” kata Martin.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

Di forum yang sama, Dr Evi Naria dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara mengatakan, dari produksi 21 miliar liter air minum per tahun, sebanyak 22 persen di antaranya diproduksi dalam wadah kemasan galon. 

Galon guna ulang berbahan BPA terbukti sangat dominan, karena jumlahnya mencapai 96,4 persen. Sebaliknya, air mineral dalam kemasan galon plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET) yang bebas BPA hanya sebesar 3,6 persen. Sebagaimana diketahui, saat ini, hampir seluruh negara maju menggunakan PET sebagai kemasan AMDK. Bahkan, industri besar AMDK di Indonesia sudah mulai menjajaki penggunaan galon PET di sejumlah daerah. 

Berbeda dengan sikap kritis Badan Kesehatan Dunia (WHO) terhadap BPA, menurut Evi, PET tidak termasuk dalam kategori jenis plastik yang perlu diwaspadai untuk kemasan AMDK.

"Banyak negara sudah melarang penggunaan BPA, seperti Perancis, Negara Bagian California di Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, Australia, dan Swedia,” kata Evi. 

Tak urung, pihaknya merekomendasikan pengendalian BPA dengan pembentukan prosedur operasi standar penanganan produk, pelabelan produk, pemeriksaan kode daur ulang pada wadah plastik, hingga penghindaran produk dari paparan suhu tinggi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya