Terkait Gangguan Ginjal Akut, Ahli Ungkap Oknum Supplier EG-DEG Tipu Industri Farmasi

Ilustrasi ginjal
Sumber :
  • times of india

VIVA Lifestyle – Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Elfiano Rizaldi menampik ada kesalahan di sistem industri farmasi terkait maraknya kasus gangguan ginjal akut. Elfiano menyebut bahwa supplier bahan baku yang jadi pelaku kejahatan bahan pelarut zat berbahaya cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menipu sejumlah industri farmasi.

Pengawasan Pilkada 2024 di Kabupaten Puncak Papua Terancam Tak Maksimal

Tiga bulan berlalu sejak mencuatnya kasus cemaran terhadap obat sirup yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia, dimana hingga 13 Desember 2022 tercatat 324 kasus AKI/GGAPA dengan 200 kasus meninggal dunia. Scroll untuk simak artikel selengkapnya.

Prihatin akan terjadinya insiden tersebut, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menggelar Bincang Pagi : Kembalinya Obat Sirup yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita, untuk bersama-sama memahami perkembangan kasus obat sirup dan mengajak seluruh pihak berkolaborasi agar masyarakat dapat segera mendapatkan akses atas obat sirup yang aman berkualitas dan berkhasiat. 

Pentingnya Kesehatan di Masa Golden Age Anak, Bakal Tentukan Kondisi Masa Depan

Disampaikan oleh Tirto Koesnadi, Ketua GPFI dalam sambutannya bahwa kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun. Industri farmasi nasional memproduksi 90 persen dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi dan berbagai produk obat lainnya, namun kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup saja, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industry farmasi lainnya. 

"Ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah," ujar Tirto di Jakarta.

Jokowi Akui 90 Persen Bahan Produksi Farmasi Masih Impor

Padahal selama ini, pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat diantara negara Asia. Karena BPOM yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional, yang selama ini telah memastikan kualitas dan keamanan sistem dan proses dan kualitas Industri Farmasi sesuai dengan panduan lazim standar internasional. 

Industri Farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM. Ditengah pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal. 

"Pertama, adanya penipu bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG. Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isi nya telah dicampur EG. Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat," tambah Elfian.

GPFI menegaskan bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirup. Elfian menampik bahwa ini bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri Farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat. 

Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5 persen dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2 persen dari total obat yang beredar yang tercemar, sedangkan lebih dari 94 persen obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.

"Bukan karena langgar aturan atau sop. Tapi dimanfaatkan oleh oknum. Dan ada industri farmasi yang tertipu. Tidak semua (industri farmasi). Ada peraturan yang tidak dilakukan oleh industri farmasinya dengan tidak menguji kembali bahan pelarutnya. Itu saya bilang, Industri farmasi harus konsisten dan disiplin jalani CPOB," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya