Bayi Usia 1 Tahun Kurang Gizi? Jangan Buru-buru Kasih Susu Formula Moms

Meracik susu formula.
Sumber :
  • inmagine.com

VIVA Lifestyle – Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi tengkes menjadi 14 persen dari jumlah balita di tahun 2024. Penurunan prevalensi stunting dipengaruhi oleh 4 masalah gizi, yakni weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk

Diduga Terganggu, Komika Usir Ibu Menyusui dan Bayinya saat Pertunjukkan

Setelah 4 masalah gizi tersebut teratasi, penurunan prevalensi stunting akan terjadi. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Sayangnya, sebagian orangtua kerap tak menyadari saat anaknya sudah terlanjur mengalami masalah gizi tersebut hingga berujung pada stunting.

Cekcok dengan Istri, Seorang Pria di Surabaya Banting Bayinya yang Berusia 6 Hari

"Kalau mau menurunkan stunting maka harus menurunkan masalah gizi sebelumnya yaitu weight faltering, underweight, gizi kurang, dan gizi buruk. Kalau kasus keempat masalah gizi tersebut tidak turun, maka stunting akan susah turunnya," kata Dirjen Kesehatan Masyarakat dr. Maria Endang Sumiwi, MPH di Jakarta, dikutip laman Kemenkes.

Ilustrasi Gizi Buruk

Photo :
  • ANTARA/Eric Ireng
Selamat! Dude Harlino dan Alyssa Soebandono Dikaruniai Anak Ketiga

Dalam kesempatan berbeda, Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menjelaskan bahwa Bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami tengkes atau stunting.

Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). 

"Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 32,5 persen kasus tengkes disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20 persen kasus tengkes di Indonesia disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah. Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku," tuturnya dalam acara virtual Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo didukung oleh Fresenius Kabi Indonesia.

Meracik susu formula.

Photo :
  • inmagine.com

Prof Rina mengatakan bahwa sebelum menjadi stunting, anak terlihat mengalami tanda kekurangan gizi dari grafik tumbuh kembangnya. Ketika anak terdeteksi mengalami gizi kurang, Prof Rina menegaskan agar orangtua bijaksana dalam memberikan penanganan dengan terlebih dahulu konsultasi ke dokter dan tidak gegabah.

"Sebagian besar anak itu, yang lahir cukup bulan, cukup diberikan ASI saja 6 bulan. Lihat lagi grafiknya dari berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Kalau tidak sesuai, begitu masuk usia 4-6 bulan, silakan boleh tambah makanan tambahan," terangnya.

Prof Rina mengatakan bahwa orangtua perlu mengenali jenis makanan pendamping yang sesuai untuk mengejar pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan pantauan tenaga kesehatan profesional.

Anak kekurangan gizi.

Photo :
  • U-Report

Pemberian susu formula sendiri kerap menjadi jawaban termudah bagi para orangtua, namun Prof Rina justru tidak menganjurkannya bila bukan dalam kondisi mendesak.

"Jangan mikir dulu susu formula kalau sudah usia 4 bulan. Kalau terdeteksi kurang gizi, di bawah 4 bulan, memang tidak boleh makanan tapi harus susu. Boleh mau punya ASI donor, tapi itu ada persyaratan. Terpaksa banget baru pakai susu formula. Jadi jangan buru-buru kasih susu formula," tambahnya 

Lebih lanjut Prof. Rina memaparkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini tengkes. Dan untuk mendatanya, orang tua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI. 

"Jadi cukup dan tidaknya gizi anak, harus lihat grafik. Banyak ibu-ibu sudah paham dan takut stunting, jadi kadang salah paham. Jadi anaknya jangan dipaksa minum susu formula. Atau sebaliknya, ngotot ASI tapi hasilnya buruk. Lewat aplikasi itu, kita dapat segera melakukan intervensi jika ada risiko atau tanda-tanda tengkes pada bayi,” tambah Prof. Rinawati.

Ada pun pada tahun 2022, berdasarkan hasil studi SSGI, prevalensi tengkes di Indonesia turun sebesar 2,8 persen menjadi 21,6 persen. Sebagai pusat layanan kesehatan, rumah sakit memiliki peranan penting dalam mempercepat penurunan angka prevalensi tengkes.

Untuk itu, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA mengatakan, rumah sakit umum nasional, RS DR. Cipto Mangunkusumo memiliki program yang jelas dan terpadu untuk mengatasi masalah tengkes.

Upaya penanganan tengkes dilakukan oleh tiga divisi yaitu Instalasi Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak, KSM Kesehatan Anak dan Instalasi Gizi dibawah koordinasi Departemen Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang. 

"Di sisi eksternal, kami fokus pada pengampuan rumah sakit dan mengadakan program pendidikan dan/atau pelatihan profesi tambahan bagi dokter spesialis. Di sisi internal, kami melakukan deteksi dan pencegahan dini malnutrisi, penyediaan terapi nutrisi mulai dari parenteral, enteral dan oral serta menyediakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK)," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya