Kepala Bayi Peang Bahayakan Kesehatan, Mitos atau Fakta?

Ilustrasi wanita/ibu dan bayi.
Sumber :
  • Freepik/senivpetro

VIVA Lifestyle - Banyak orangtua menganggap bahwa bentuk kepala bayi harus bulat sempurna sehingga kerap memberikan bantal khusus. Kendati begitu, pakar menyoroti bentuk kepala yang cenderung dianggap belum sempurna atau disebut peang itu tak ada kaitannya dengan kemampuan otak anak.

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Dokter spesialis anak, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) menuturkan, orangtua tak perlu khawatirkan bentuk kepala anak yang kerap disebut peang. Bukan tanpa alasan, Prof Rina menegaskan, yang seharusnya menjadi fokus orangtua adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan otak anak agar tidak berdampak pada IQ rendah akibat stunting. Scroll untuk info selengkapnya

"Kepala peang nggak apa-apa karena nanti setelah 2 tahun bisa berubah (bentuknya). Yang penting itu isi otaknya. Otak ada IQ-nya. Segede apapun badannya, kalau otaknya nggak berkembang, repot," tuturnya dalam acara virtual Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo didukung oleh Fresenius Kabi Indonesia.

Diduga Terganggu, Komika Usir Ibu Menyusui dan Bayinya saat Pertunjukkan

Ilustrasi ibu dan anak/parenting/bayi.

Photo :
  • Freepik/gpointstudio

Dijelaskan Prof Rina, IQ otak anak dikembangkan dengan cara memberi gizi yang seimbang pada anak sesuai usianya disertai ASI Eksklusif 6 bulan dan dilanjutkan hingga usianya 2 tahun. Untuk mengenali perkembangan anak, Prof Rina mengingatkan para orangtua untuk tetap mengukur lingkar kepala anak secara rutin disertai mengukur tinggi badan dan berat badan.

Cekcok dengan Istri, Seorang Pria di Surabaya Banting Bayinya yang Berusia 6 Hari

"Makanya harus diukur kepalanya. Jangan cuma ukur berat badannya. Tinggi badan juga harus diukur. Gimana tahu stunting kalau tidak diukur tingginya, beratnya, lingkar kepalanya," tambahnya.

Ditegaskan Prof Rina, orangtua harus mau dan rutin memantau grafik tumbuh kembang anak agar mengenali atau deteksi dini suatu kondisi yang tak diinginkan. Ia tak menyarankan mengukur perkembangan anak dengan membandingkan dari anak-anak lainnya lantaran tiap individu memiliki keistimewaan tersendiri. Lantas, bagaimana mengenali grafik anak yang tidak perkembangan?

"Penelitiannya, seorang anak atau bayi prematur, dalam 9 bulan tinggi dan berat badannya mandek, pasti IQ lebih rendah. Penelitian berikutnya, jangan tunggu 9 bulan, tapi 8 minggu. Bayangkan seorang bayi baru lahir, waktu golden periode cuma 8 minggu. Kalau tidak mengejar itu, nanti waktu umur 8 tahun ketika masuk SD, lemot. Jadi jangan anggap sepele," terangnya.

Lebih lanjut, Prof Rina memaparkan bahwa saat bayi sudah stunting atau tengkes, maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral. 

Asuhan nutrisi prematur di rumah sakit nasional, RS Cipto Mangunkusumo dimulai sejak lahir dan dibagi berdasarkan usia kehamilan, termasuk pada bayi prematur yang lebih berisiko terhadap tengkes.

Ilustrasi pasangan suami istri yang memiliki bayi

Photo :
  • pixabay

"Orangtua juga penting memiliki pemahaman yang baik mengenai nutrisi bagi bayi prematur agar dapat bersinergi dengan rumah sakit dalam memberikan nutrisi yang tepat sehingga dapat membantu mengurangi kejadian tengkes," paparnya.

Nutrisi dibagi antara bayi lahir yaitu kurang dari 28 minggu, antara 28-31 minggu dan diatas 32 minggu namun dibawah 37 minggu. Jenis nutrisi enteral di RSCM terdiri dari pemberian asi, asi dari donor dan pemakaian ASI dan Human Milk Fortifier serta standard preterm formula. 

Diskusikan dengan dokter untuk penanganan bayi prematur yang tepat agar dapat mencegah tengkes. Namun tentu, pencegahan lebih baik dan murah dibandingkan mengatasi anak yang kurang gizi hingga tengkes.

"Saya menganjurkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini tengkes. Dan untuk mendatanya, orangtua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI. Dengan demikian, kita dapat segera melakukan intervensi jika ada risiko atau tanda-tanda tengkes pada bayi,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya